Thursday, March 22, 2012

Perbedaan Karamah Dengan Peristiwa Luar Biasa Lainnya

Kami telah menjelaskan perbedaan antara mukjizat dengan kejadian luar biasa lainnya dalam pembukaan kitab Hujjatullah 'ala al-'Alamin. Dalam penjelasan itu, kami mengutip pendapat imam-imam yang berkompeten dalam hal ini seperti Al-Mawardi, Al-Sya'rani, Al-Qasthalani, Ibnu Hajar, dan lain-lain. Jadi, kami tidak perlu mencantumkannya lagi di sini, hanya perlu mengingatkan satu hal yang belum dijelaskan dalam kitab di atas, yang bersumber dari ucapan Sayyid Muhyiddin Ibnu 'Arabi r.a. dalam bab 186 kitab Mawaqif al-Nujum tentang mengetahui maqam peristiwa luar biasa:

Peristiwa luar biasa terbagi menjadi beberapa macam.
Saya akan mengemukakan batasan-batasannya
Diantaranya, peristiwa luar biasa
yang muncul untuk menunjukkan kebenaran
Seperti mukjizat para Rasul
Yang lainnya ada beberapa macam
Tiada ilmu untuk bisa menjelaskannya
Semuanya termuat jelas dalam kitabullah
Cobalah kaji dalam tulisannya
Kabar gembira, sihir, tipu muslihat atau
tanda-tandanya Semua telah disebutkan dalam kitabullah
Semuanya diringkas dalam lima macam
Terkenal di kalangan orang-orang yang mampu melihatnya

Perlu diketahui, peristiwa luar biasa itu ada beberapa macam; di antaranya, peristiwa luar biasa yang muncul karena kekuatan diri, yaitu apabila orang alim berbuat dosa, lalu ia melakukan hal-hal luar biasa untuk memenuhi keinginannya itu. Demikian Allah mengabulkan kehendaknya. Terkadang berupa tipu muslihat yang sudah diketahui, seperti al-qalfitriyat dan hal-hal yang sudah dimaklumi ulama, terkadang berupa kemampuan mengatur huruf-huruf dengan astrologi, ini berlaku untuk ahli astronomi. Terkadang berupa penyebutan nama-nama, lalu muncul hal-hal luar biasa menurut pandangan mata orang yang melihatnya, yang berbeda dengan kebiasaan. Peristiwa tersebut muncul sesuai dengan kekuatan nama yang disebutkan. Semua ini terjadi di bawah kekuasaan makhluk atas izin Allah. Dan semua peristiwa luar biasa ini muncul melalui kekuatan ilahi, manusia tidak mempunyai andil dan kekuasaan, tetapi Allah-lah yang menampakkannya atau muncul atas perintah Allah dan petunjuknya.

Kejadian-kejadian luar biasa mempunyai tingkatan sebagai berikut; ada yang disebut mukjizat yang memiliki syarat dan sifat tertentu yang sudah diketahui. Ada yang disebut sebagai ayat, bukan mukjizat. Ada yang dinamakan karamah, muayyadah, munabbihat dan baitsah, jaza', makr, dan istidraj. Selain mukjizat, semua kejadian luar biasa ini tampak tanda-tandanya pada diri orang-orang yang menempuh jalan Allah meskipun mereka tidak mengetahuinya. Berbeda dengan mukjizat, karena para pemiliknya mengetahui apa yang ada dalam diri mereka. Apakah kejadian-kejadian luar biasa ini terjadi dengan campur tangan Allah atau tidak? Hanya mukjizat dan ayat yang pasti terjadi karena pertolongan Allah, oleh karena itu keduanya harus diyakini dandiceritakan. Demikian juga dengan muayyadah, selain dua hal ini masih merupakan kemungkinan seperti yang telah kami jelaskan.

Kejadian luar biasa yang muncul dari para wali tidak akan terjadi pada orang yang mampu menampakkan kejadian luar biasa tetapi kemampuan itu digunakan untuk hal yang mubah, atau melakukan perbuatan yang dilarang karena godaan setan, atau meninggalkan suatu kewajiban syariat. Barangsiapa mempunyai hal luar biasa dalam dirinya, maka Allah akan memberinya kemampuan melakukan hal-hal luar biasa di dunia ini seperti kemampuan berbicara melalui kontak batin atau berjalan di udara, dan lain-lain. Ibnu 'Arabi telah menjelaskan karamah, tingkatan-tingkatan, dan hasil-hasilnya dalam kitab Mawaqi' al-Nujum. Kitab ini hanya menceritakan karamah-karamah saja bukan menjelaskan pengetahuan tentangnya. Mawaqi' al-Nujum adalah sebuah kitab dengan metode yang sahih, sangat bermanfaat, dan kecil bentuknya. Penulisnya menjelaskannya secara teratur karena keteraturan merupakan asal adanya alam. Dan kejadian luar biasa termasuk kejadian alam.

Allah membuat tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam ini, baik yang biasa maupun yang luar biasa. Adapun tanda-tanda kekuasaan Allah di alam ini yang bersifat biasa hanya bisa dipahami oleh ahlul fahmi (orang yang memahami Allah secara khusus) dan selain mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang kehendak Allah. Allah telah memenuhi Al-Qur'an dengan ayat-ayat yang menerangkan tanda-tanda kekuasaan Allah berupa kejadian-kejadian yang biasa, seperti perbedaan malam dan siang, turunnya hujan, keluarnya tumbuh-tumbuhan, berlayarnya kapal di laut, perbedaan bahasa dan warna, tidur di waktu malam dan kerja di waktu siang. Semua dijelaskan dalam Al-Qurxan sebagai tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal, mau mendengar, bisa memahami, beriman, mengerti, meyakini, dan mau berpikir. Di samping itu, tidak ada yang mau memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah kecuali Ahlullah, yaitu ahli Al-Qur'an secara khusus.

Adapun tanda-tanda kekuasaan Allah yang luar biasa adalah adanya kejadian-kejadian di luar kebiasaan manusia. Kejadian-kejadian tersebut memberi pengaruh kejiwaan atas manusia, seperti goncangan, gempa bumi dan gerhana, binatang berbicara, berjalan di atas air atau di udara, mengetahui peristiwa yang akan datang sebatas yang diketahui, berbicara melalui batin, sedikit makanan yang mengenyangkan banyak orang, hal ini dijadikan pelajaran oleh orang kebanyakan pada khususnya. Kalau suatu peristiwa yang luar biasa tidak membuat orang menjadi istiqamah, sadar, dan tidak mendorong untuk kembali kepada Allah dan tidak berpengaruh sedikit pun baginya, maka hal itu disebut makar dan istidraj karena dia tidak tahu bahwa itu adalah tipuan setan yang kuat yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang ingkar.

Kejadian-kejadian luar biasa mengandung rahasia yang mengagumkan bagi para ahli ma'rifat, dan kalau tidak berbahaya disiarkan kepada orang awam, kami pasti akan menjelaskannya. Kejadian luar biasa terjadi hanya satu kali, kalau terjadi dua kali maka disebut hal yang biasa. Pada hakikatnya, kejadian luar biasa selalu merupakan kejadian baru, kalau kemudian terulang maka tidak dinamakan kejadian luar biasa, paling ada kejadian yang serupa dengannya.
Dalam kitab Al-Futuhat al-Makiyyah dan Mawaqi' al-Nujum, kitab yang banyak faedahnya, kecil bentuknya, ditulis dalam cetakan lama kira-kira 100 halaman, dan dikarang pada 595 M, Ibnu 'Arabi menyatakan, "Manusia tidak bisa mengetahui hakikat kejadian-kejadian luar biasa. Allah lebih berhak disembah tetapi kejadian-kejadian luar biasa telah menutup mata buta yang hanya mengutamakan hal-hal lahir kehidupan dunia yaitu wujud kehidupan kedua (al-mitslu al-tsani)daripada kehidupan akhirat. Mereka lalai dan terpedaya kehidupan dunia. Kemungkinan itu tidak terbatas, kekuasaan adalah jendelanya, dan kebenaran adalah pasti. Mana pengulangan itu? Tidak masuk akal kalau tidak ada pengulangan karena pengulangan
merupakan kejadian luar biasa."
Syaikh Muhammad bin 'Ibad al-Randa dalam syaraknya tentang hikmah yang dianugerahkan Allah, berkata, "Setiap orang yang merasa dirinya istimewa, tidak sempurna keikhlasannya." Keistimewaan yang dimaksud di sini adalah kemuliaan, pertolongan, perlindungan, kasih sayang, dan penjagaan yang dilimpahkan Allah kepada sebagian hamba-Nya. Di antara mereka ada yang terus menerus mendapatkan karunia-karunia di atas dari Allah hingga tampaklah kearifannya, sehingga mereka mempunyai keistimewaan dibandingkan orang lain dan alam ini. Mereka adalah orang-orang khawwash yang dekat dengan Allah, yaitu orang-orang yang memiliki ilmu ma'rifatullah dan mencintai Allah. Di antara mereka ada yang diberi kemampuan mencapai puncak kesempurnaan dan Allah menjaga keadaannya dengan menganugerahinya ilmu dan perbuatan yang pantas baginya. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Allah, golongan kanan,
ahli zuhud, ahli mujahadah, dan ahli zikir. Meskipun mereka sejajar dengan orang-orang yang pertama kali masuk surga karena mendapatkan kemurahan, kemuliaan, dan kemampuan dari Allah untuk melakukan tugas, ketaatan dan ibadah hanya kepada-Nya, mereka tidak memandang diri mereka istimewa, selalu menjaga langkah, bahkan menjaga sebab-sebab untuk mendapatkan karunia Allah tersebut, dan percaya akan adanya hijab.
Allah memberikan keistimewaan kepada mereka dengan menampakkan karamah di tangan mereka dan melalui perantaraan mereka, sebagai penenang jiwa dan penguat keyakinan dalam hati. Para sahabat Rasulullah yang termasuk golongan yang pertama masuk surga tidak mendapatkan karamah karena mereka tidak membutuhkannya dan karena kedalaman keyakinan, kekokohan dan keteguhan mereka. Sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab Awarif al-Ma'arif bahwa orang yang tidak mampu menyingkap makna kejadian-kejadian luar biasa terkadang lebih utama daripada yang mampu menyingkapnya bila telah disingkapkan oleh Allah dengan ma'rifat. Kekuasaan adalah bukti adanya Zat Yang Maha Kuasa. Dan orang yang secara khusus mendekat kepada Yang Maha Kuasa tidak memandang aneh kejadian-kejadian luar biasa, ia melihatnya tampak nyata dari tabir alam hikmah. ' i <
Al-Syibli r.a. diberitahu tentang Abu Turab yang kelaparan di gurun pasir lalu ia melihat gurun pasir itu penuh berisi makanan. Al-Syibli kemudian berkomentar, "Abu Turab adalah hamba yang ditolong oleh Allah, kalau ia mencapai tempat kebenaran, maka dia akan seperti orang yang berkata, 'Aku menginap di sisi Allah, maka Dia akan memberiku makan dan minum.'"
Al-Syibli menjelaskan dalam kitab Lathaif al-Minan bahwa karamah dalam diri seorang wali terkadang tampak oleh dirinya sendiri dan terkadang tampak oleh orang lain. Jika seorang wali melihat adanya karamah dalam dirinya, berarti ia mengetahui kekuasaan dan keesaan Allah dan mengetahui bahwa kekuasaan-Nya itu tidak mengikuti sebab akibat. Allah-lah yang telah menetapkan adanya kejadian-kejadian yang biasa, bukan kejadian-kejadian biasa yang menetapkan adanya Allah. Allah-lah yang telah membuat kejadian-kejadian yang biasa, perantara-perantara, dan sebab-sebabnya untuk menutupi kekuasaan dan menyelubungi cahaya keesaan-Nya. Orang yang tidak mempercayainya adalah hina dan orang yang terbuka hatinya serta percaya bahwa Allah pelakunya, maka dia itu mulia.
Al-Syibli selanjutnya mengutip pendapat Syaikh Abu Hasan yang mengemukakan bahwa karamah berfaedah untuk memperkuat keyakinan kepada ilmu, kekuasaan, kehendak dan sifat-sifat azali Allah yang menyatu dan tidak berdiri sendiri, seakan-akan satu sifat vang menyatu dalam Zat Yang Maha Esa. Tidaklah sama antara orang yang mengenal Allah melalui mata hatinya dengan orang yang mengenal Allah melalui akalnya. Karamah adalah penguat keyakinan bagi orang yang dianugerahi karamah seperti yang dialami oleh para wali di awal laku spiritualnya dan tidak dialami para ulama yang telah sempurna laku spiritualnya karena sudah mempunyai keyakinan yang mendalam, sehingga mereka tidak membutuhkan karamah untuk memperkuat keyakinan mereka. Demikianlah keadaan para sahabat Rasulullah. Allah tidak perlu menampakkan karamah berupa fisik pada mereka karena Allah telah menganugerahi mereka pengetahun tentang hal-hal gaib, pengetahuan musyahadah, laksana gunung yang tak membutuhkan tiang. Karamah dimunculkan karena adanya keraguan terhadap karunia Allah dan untuk mengetahui karunia Allah pada orang yang mempunyainya. Karamah adalah bukti bahwa orang yang mempunyainya istiqamah dalam beribadah kepada Allah.
Sikap manusia terhadap karamah ada tiga macam:
Pertama, golongan yang menjadikan karamah sebagai puncak kekuatan. Apabila mereka menemukan orang yang mempunyai karamah mereka memuliakannya, dan apabila karamah lenyap dari diri seseorang, mereka tidak memuliakannya.


Kedua, golongan yang meragukan karamah dan menganggapnya sebagai tipuan yang dilakukan oleh para pencinta dunia untuk menjaga kedudukan mereka sehingga mereka tidak bisa mencapai kedudukan yang bukan haknya.


Abu Turab al-Nakhsyabi bertanya kepada Abu Abbas al-Riqi, "Apa pendapat teman-temanmu tentang karamah yang merupakan cara Allah memuliakan hambanya." Abu Abbas menjawab, "Saya tidak melihat satu pun dari mereka yang tidak mempercayainya." Kemudian Abu Turab berkata, "Barangsiapa tidak mempercayainya, maka dia telah kafir. Yang saya tanyakan adalah pendapat mereka tentang ahwal (keadaan ketika orang alim dekat dengan Allah)." Abu Abbas menjawab, "Saya tidak tahu pendapat mereka." Abu Turab berkata lagi, "Sesungguhnya teman-teman- mu berkeyakinan bahwa karamah adalah tipuan untuk memalingkan manusia dari kebenaran, padahal sebenarnya tidak begitu, karena tipuan bersifat menenangkan orang
yang memilikinya. Maka barangsiapa yang tidak gembira dan tidak merasa aman dengan adanya karamah, berarti ia telah mencapai tingkat rabbaniyyin." Cerita ini berasal dari Abu Turab r.a. ketika ada beberapa temannya yang kehausan, lalu ia memukulkan tangannya ke atas tanah dan tiba-tiba mengalirlah air dari tanah tersebut. Kemudian ia berkata, "Aku ingin minum dengan gelas," lalu ia memukulkan tangannya ke tanah tiba-tiba ia memegang gelas dari kaca putih, ia minum dan memberi minum kami semua. Abu Abbas berkata, "Gelas itu kami
bawa sampai ke Mekah."
Syaikh Abu Hasan berkata, "Kesimpulannya, kita tidak pantas meminta karamah dari Allah. Barangsiapa dikaruniai karamah, berarti Allah memuliakannya karena hal itu menjadi bukti bahwa dia istiqamah dalam beribadah kepada Allah."
Ketiga, tampaknya karamah dalam diri seorang wali di hadapan orang lain. Maksudnya adalah supaya orang yang menyaksikannya mengakui kebenaran jalan yang ditempuh wali yang dikaruniai karamah tersebut. Baik orang itu dulunya mengingkari karamah kemudian mengakuinya, atau dulu ia kafir lalu beriman, atau dia ragu akan keistimewaan seorang wali kemudian muncul karamah dalam diri wali tersebut supaya Allah menunjukan kebaikannya kepada orang lain.
Abu Nashr al-Siraj bertanya kepada Abu Hasan bin Salim, "Apa makna karamah, sampai-sampai orang yang memilikinya meninggalkan dunia sebagai ladang ikhtiar, bagaimana mungkin mereka mulia dengan merubah batu menjadi emas?" Abu Hasan menjawab, "Mereka dianugerahi karamah bukan karena mereka menguasainya, tetapi karena mereka membutuhkannya dalam keadaan terpaksa dan untuk menghilangkan kesedihan karena kurangnya rezeki yang telah dijanjikan Allah bagi mereka, sehingga mereka mengatakan, 'Allah berkuasa mengubah batu menjadi emas, seperti yang terlihat. Dia berkuasa memberikan rezeki kepadamu dari arah yang tidak disangka-sangka.' Para wali memerlukan karamah untuk mendidik jiwa mereka karena tidak adanya rezeki. Karamah adalah bukti kuat bagi mereka dan sarana untuk melatih dan mendidik jiwa."


Dalam hal ini, Abu Nashr pernah mendengar Ibnu Salim bercerita tentang hikayat Sahi bin 'Abdullah r.a. yang mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki Basrah bernama Ishaq bin Ahmad yang tergolong memiliki banyak harta, tetapi ia kemudian meninggalkan hartanya. Ia bertobat dan bersahabat dengan Sahl. Pada suatu hari ia berkata kepada Sahi, "Wahai Abu Muhammad, sesungguhnya jiwaku tidak bisa lepas
dari bisikan dan teriakan takut kehilangan makanan dan harta." Sahl menjawab, "Ambil batu lalu mintalah kepada Allah untuk mengubahnya menjadi makanan yang bisa kau makan." Ishaq berkata, "Siapa panutanku untuk melakukan hal itu?" Sahl menjawab, "Panutanmu adalah Nabi Ibrahim ketika ia berkata, 'Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.' Allah bertanya, 'Apakah kamu belum percaya?' Ibrahim menjawab, 'Aku telah percaya, tetapi agar hatiku bertambah kuat (Al-Baqarah [2]: 260)."
Artinya, jiwa hanya akan puas setelah melihat secara langsung karena ia diliputi keraguan, seolah-olah Ibrahim berkata, "Ya Tuhan, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati agar hatiku bertambah kuat. Aku sebenarnya sudah percaya kepada-Mu, tetapi jiwa tidak puas apabila tidak melihat langsung." Demikian juga para wali Allah dianugerahi karamah untuk mendidik dan memperhalus jiwa serta sebagai keutamaan tambahan bagi mereka. Demikianlah pendapat Abu Nasr.


Salah seorang ulama berpendapat bahwa karamah hanya dimiliki oleh orang-orang jujur yang bodoh. Pada suatu hari, seorang sahabat Sahl bin 'Abdullah r.a. berkata kepadanya, "Tatkala aku berwudhu untuk shalat, tiba-tiba air yang mengalir di tanganku berubah menjadi segenggam emas dan perak." Sahl kemudian berkata kepadanya, "Yang saya tahu, jika anak kecil menangis ia diberi mainan agar tenang."
Al-Junaid menceritakan bahwa Abu Hafshah al-Naisaburi dan 'Abdullah al-Ribati beserta jamaahnya pernah berkunjung kepadanya. Di antara mereka ada yang kepala bagian depannya botak dan sedikit bicara. Pada suatu hari, si kepala botak bertanya kepada Abu Hafsah, "Salah seorang jamaah yang kemarin ke sini memiliki tanda-tanda karamah yang nyata, tetapi aku tidak melihat sesuatu pun pada dirimu." Abu Hafshah r.a. menjawab, "Kemarilah," kemudian ia membawanya ke pasar pandai besi. Abu Hafshah menuju tungku besar dan memasukan besi besar ke dalam tungku kemudian memasukan tangannya ke tungku tersebut dan mengambil besi yang terbakar itu lalu mengeluarkannya hingga menjadi dingin di tangannya. Kemudian ia berkata kepada orang itu, "Inikah yang kau inginkan?" Beberapa orang di antara mereka menanyakan tujuan menampakkan karamah, ia menjawab, "Hal itu menunjukkan bahwa orang yang memilikinya adalah orang yang mulia dan ia takut kalau tidak menunjukkannya, keadaannya akan berubah. Maka ia menunjukkannya untuk memperoleh simpati, menjaga keadaannya, dan menambah imannya. Akan tetapi para ahli ma'rifat dan para ahli hakikat menghindar dan takut untuk menunjukan karamah mereka."


Salah seorang ulama salaf berkata, "Tipu daya yang paling tidak kentara bagi para wali adalah karamah dan ma'nah" Diceritakan bahwa ketika Abu Hafs duduk dengan teman-temannya, ada seekor kijang turun dari gunung dan ia meminta berkah kepada mereka. Abu Hafs lalu menangis, kemudian ia ditanya kenapa menangis. Abu Hafs menjawab, "Ketika kalian duduk di sampingku tiba-tiba terbesit dalam hatiku apabila aku mempunyai kambing, maka akan aku sembelih untuk kalian. Maka ketika kijang ini meminta berkah kepada kita aku merasa diriku seperti Fir'aun ketika meminta kepada Allah untuk mengizinkannya berlayar di Sungai Nil lalu Allah mengizinkannya. Lalu aku menangis dan bertanya kepada Allah tentang apa yang diminta dan diharapkan kijang tersebut."
Diceritakan bahwa salah seorang Abdal berkata kepada salah satu murid Syaikh Abu Madyan r.a., "Apa yang terjadi pada kita sehingga kita sulit melakukan sesuatu, sedangkan Abu Madyan mudah sekali melakukannya, padahal kita ingin mencapai kedudukan seperti kedudukannya sedangkan ia tidak menginginkan kedudukan kita?" Pembicaraan tersebut terdengar oleh Syaikh Abu Madyan, lalu ia berkata, "Katakan padanya bahwa kami akan meninggalkan tujuan kami untuk tujuannya."


Diceritakan bahwa suatu kali Syekh Abu Madyan berjalan di gurun pasir sampai ke sebuah sumur yang airnya meluap hingga bibir sumur, lalu ia berkata, "Aku tahu Engkau mampu melakukan ini sedangkan aku tidak mampu melakukannya. Seandainya Engkau mendatangkan seorang badui kepadaku, niscaya ia akan menamparku dan memberiku minum, sungguh hal itu lebih aku sukai dan aku tahu bahwa bantuan orang badui itu bukan dari dirinya sendiri."
Yahya bin Mu'adz al-Razi r.a. berkata, "Apabila kamu melihat orang menunjukkan tanda-tanda karamah, berarti jalan spiritualnya adalah jalan kaum Abdal. Jika kamu melihat orang menunjukkan karamah dan menyenandungkan pujian kepada Allah, berarti ia menempuh jalan cinta. Jalan kedua ini lebih utama daripada jalan pertama. Dan apabila kamu melihat orang yang berzikir dan hatinya bergantung kepada yang ia zikirkan, berarti ia menempuh jalan ahli ma'rifat {'arifin). Inilah jalan yang paling tinggi derajatnya."


Abu Yazid r.a. berkata, "Pada permulaan olah spiritualku, Allah Swt. memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya dan karamah, tetapi
aku tidak mempedulikannya. Kemudian tatkala Allah memperlihatkan lagi kepadaku, tahulah aku bahwa Allah menjadikan hal tersebut sebagai jalan untuk mengenal-Nya." Selesailah penjelasan dalam Syarh Ibn 'Ibad atas kitab Al-Hikam.«

Macam-macam-karamah


Al-Tajj al-Subki menjelaskan macam-macam karamah dalam kitab Al-Tabaqah al-Kubra sebagai berikut:

1. Menghidupkan yang sudah mati
Kisah Abu 'Ubaid al-Bisri dalam sebuah peperangan ketika memohon kepada Allah untuk menghidupkan kembali binatang yang dikendarainya, maka hiduplah binatang yang sudah mati itu. Kisah Mifraj al-Dimamini ketika berkata kepada ayam yang dipanggang, "Terbanglah!" Tiba-tiba ayam itu terbang. Kisah Syaikh al-Ahdai ketika memanggil seekor kucing yang sudah mati, lalu kucing itu mendatanginya. Hikayat Syaikh 'Abdul Qadir ketika berbicara dengan ayam setelah ia menyantap dagingnya, "Bangunlah dengan izin Allah, Zat Yang Menghidupkan tulang-tulang yang remuk," tiba-tiba ayam itu bangkit kembali. Kisah Syaikh Abu Yusuf al-Dahmani ketika mendatangi sesosok mayat, ia berkata, "Bangkitlah! Dengan izin Allah," lalu mayat itu berdiri dan hidup kembali dalam waktu yang cukup lama. Kisah Syaikh Zainuddin al-Faruqi al-Syafi'i, guru besar Syam, yang diriwayatkan oleh Al-Subki bahwa di rumah Syaikh Zainuddin, ada anak kecil yang jatuh dari atap lalu meninggal. Syaikh Zainuddin kemudian berdoa kepada Allah, hingga akhirnya anak tersebut hidup kembali. (Riwayat Syaikh Fathuddin Yahya, putra Syaikh Zainuddin) Al-Subki selanjutnya berkata, "Tidak ada cara untuk menghitung cerita-cerita seperti ini karena banyaknya. Tetapi saya atau mungkin juga orang lain belum yakin bahwa seorang wali bisa menghidupkan orang yang sudah lama mati dan telah menjadi tulang belulang
kemudian mayat itu hidup untuk waktu lama. Hal ini belum pernah kami temui dan saya tidak percaya hal itu bisa dilakukan oleh seorang wali, tetapi tidak diragukan bahwa kejadian semacam itu pernah dilakukan oleh nabi-nabi Hal ini bisa terjadi melalui mukjizat bukan dengan karamah. Seorang nabi sebelum tertutupnya pintu kenabian bisa menghidupkan umat yang telah hancur beberapa abad, kemudian mereka hidup kembali untuk waktu lama. Saya tidak percaya bahwa wali bisa menghidupkan Imam Syafi'i atau Imam Abu Hanifah lalu keduanya hidup dalam waktu lama sebelum wali tersebut wafat atau bahkan hanya untuk waktu singkat dan mereka bisa bergaul dengan orang yang hidup sebagaimana mereka bergaul sebelum wafat.'

2. Dapat berbicara dengan orang mati
Karamah ini lebih banyak terjadi dibandingkan karamah sebelumnya. Misalnya kisah tentang Abu Sa'id al-Kharazi r.a., Syaikh 'Abdul Qadir r.a., dan golongan wali setelah mereka yakni beberapa guru Syaikh Imam al-Walid, ayahanda dari Imam Taqiyuddin al-Subki.

3. Membelah dan mengeringkan laut, serta berjalan di atas air Karamah ini sering terjadi. Syaikhul Islam dan pemimpin kaum
mutaakhirin, Taqiyuddin bin Daqiqil 'Id juga telah mengalami hal ini

4. Merubah benda-benda
Diceritakan bahwa Syaikh 'Isa al-Hatar al-Yamani pernah didatangi utusan seseorang yang mengolok-oloknya dengan membawa dua bejana penuh arak. Kemudian Syeikh 'Isa menuangkan arak dari salah satu bejana ke wadah lainnya dan Syaikh berkata kepada murid-muridnya, "Dengan menyebut nama Allah, makanlah!" Mereka lalu memakannya dan tiba-tiba arak itu berubah menjadi mentega dan tidak terlihat sedikit pun warna maupun aroma arak. Banyak orang menceritakan kisah semacam ini.

5. Melipat jarak bumi
Diceritakan bahwa beberapa wali berkumpul di Masjid Tharsus, mereka ingin sekali mengunjungi Masjidil Haram. Mereka kemudian memasukkan kepala ke dalam saku masing-masing. Ketika kepala mereka dikeluarkan, mereka sudah sampai di Masjidil Haram. Hikayat-hikayat semacam ini sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, tidak ada yang mengingkarinya, kecuali para pendusta.
6. Berbicara dengan benda mati dan binatang
Tidak diragukan hal ini sering terjadi Diceritakan bahwa Ibrahim bin Adham memanggil sebatang pohon delima ketika ingin sekali me
makannya. Beliau memakannya, mulanya buahnya kecil, tetapi kemudian memanjang, dan yang mulanya asam, menjadi manis. Peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun.
7. Menyembuhkan berbagai macam penyakit
Al-Sari menceritakan bahwa ia pernah bertemu dengan seorang laki-laki di sebuah gunung yang dapat menyembuhkan cacat sebagian anggota badan, buta, dan penyakit lain. Diceritakan pula kisah Syaikh 'Abdul Qadir ketika berkata kepada seorang bocah yang lumpuh, buta, dan sakit lepra, "Bangunlah dengan izin Allah." Akhirnya bocah tersebut bangun tanpa kesulitan.
8. Menundukkan binatang
Seperti hikayat Abu Sa'id bin Abu Khair al-Mihani yang menundukkan singa dan hikayat Ibrahim al-Khawwash. Juga kemampuan menundukkan benda mati seperti hikayat Syaikhul Islam 'Izzuddin bin 'Abdussalam yang menundukkan angin dalam peristiwa al-Faranji, "Angin, bawalah mereka!"
9. Melipat waktu
10. Membentangkan waktu
Dua macam karamah di atas sulit dipahami, dan lebih baik kita menyerahkan pemahamannya kepada para ulama. Hikayat-hikayat tentang keduanya cukup banyak.
11. Terkabulnya doa
Karamah macam ini sering terjadi dan kita juga sering menyaksikannya.
12. Mengendalikan lisan ketika berkata dan fasih bicaranya.
13. Memikat hati dalam majelis hingga mempengaruhi akhir keputusan yang diambil
14. Memberitahukan dan menyingkap hal-hal gaib. Karamah ini merupakan tingkatan yang melampaui batas pengetahuan kita
15. Sabar atas ketiadaan makanan dan minuman dalam waktu yang cukup lama
16. Mengendalikan perubahan musim
Banyak orang menceritakan bahwa ada wali yang selalu diikuti hujan, diantaranya Syaikh 'Abdul'Abbas al-Syathir (dari kelompok ulama mutaakhirin) yang pernah menjual hujan dengan harga beberapa dirham. Banyak hikayat tentang karamah semacam ini, sehingga tidak ada alasan untuk mengingkarinya.
17. Mampu memperoleh banyak makanan
18. Terjaga dari memakan makanan haram
Diceritakan bahwa Al-Harits al-Muhasibi mampu mencium aroma panas makanan yang haram sehingga ia tidak jadi memakannya. Ada yang mengatakan tubuhnya bergerak-gerak jika menemukan makanan haram. Syaikh Abu 'Abbas al-Mursi juga mempunyai kemampuan serupa.
19. Melihat tempat yang jauh dari belakang h ijab
Sebagaimana diceritakan bahwa Syaikh Abu Ishaq al-Syirazi mampu melihat Ka'bah, padahal ia sedang berada di Baghdad.
20. Ditakuti
Orang yang menyaksikannya secara langsung bisa meninggal seperti sahabat Abu Yazid al-Busthami, atau menjadi tidak berkutik di hadapannya, atau mengaku bahwa ia menyembunyikan sesuatu darinya, dan lain-lain.
21. Allah mencegah kejahatan yang akan menimpa seorang wali dan mengubahnya menjadi kebaikan, seperti yang terjadi antara Imam Syafi'i dan Khalifah Harun al-Rasyid.
22. Menampakkan diri dalam bentuk yang berbeda-beda
Dalam istilah sufi disebut alam mitsal (dunia penyerupaan). Mereka menetapkannya sebagai dunia pertengahan antara dunia fisik dan dunia metafisik sehingga disebut alam mitsal, yakni dunia yang lebih lembut daripada dunia fisik dan lebih kasar daripada dunia metafisik. Ruh bisa mengambil bentuk dan menampakkan diri dalam bentuk yang bermacam-macam di alam mitsal lalu menyerupai manusia, berdasarkan firman Allah, Maka ia (malaikat) menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna (QS Maryam [19]: 17). Diceritakan bahwa Qadhib al-Ban al-Musili, salah seorang Abdal, dituduh meninggalkan shalat oleh seseorang yang belum pernah melihatnya. Ia tiba-tiba mengubah dirinya menjadi beberapa bentuk lalu bertanya, "Dalam bentuk mana engkau melihatku tidak melakukan shalat?"
Banyak kisah mengenai karamah semacam ini. Salah satu kisah yang disepakati oleh para ulama Mutaakhirin adalah kisah tentang seorang sufi besar di Kairo yang berwudhu tidak secara berurutan di madrasah Suyufiyyah. Kemudian ada orang menegurnya, "Wahai Syaikh, wudhumu tidak berurutan." Syaikh itu lalu menjawab, "Saya selalu berwudhu dengan urut, kamu yang salah lihat." Ia lalu mengambil tangan orang itu dan memperlihatkan Ka'bah kepadanya.
Orang itu kemudian melewati Mekah dan melihat Syaikh itu ada di Mekah, dan ia tinggal di sana beberapa tahun.

23. Allah memperlihatkan isi bumi kepada mereka Sebagaimana dalam hikayat Abu Turab, ketika kakinya menjejak
bumi, tiba-tiba air memancar. Ibn al-Subki mengatakan, "Karamah ini terjadi sebagai berikut: Allah menciptakan air tidak pada tempatnya, sementara bumi patuh pada kaki yang menginjaknya." Diceritakan pula bahwa ada seseorang yang dilanda kehausan di tengah perjalanan menunaikan ibadah haji, ia tidak menemukan seorang pun yang memiliki air. Ia hanya menemukan seorang sufi sedang menyandarkan tongkat di suatu tempat, sementara air memancar dari bawah tongkat itu. Selanjutnya ia memenuhi bejana miliknya dengan air itu, kemudian ia menunjukkan sumber air itu kepada jamaah haji rombongannya, akhirnya mereka memenuhi bejana yang mereka bawa dengan air tersebut.
24. Kemudahan para ulama untuk menyusun karya dalam waktu relatif singkat. Mereka mampu menyusun banyak kitab di tengah kesibukan dalam bidang keilmuan sampai mereka wafat, padahal untuk menuliskan kitab-kitab itu pun waktu yang ada tidak mencukupi apalagi untuk mengarangnya. Hal ini termasuk karamah memanjangkan waktu seperti telah kami sebutkan di muka. Para ulama sepakat bahwa umur Imam Syafi'i r.a. tidak cukup untuk menyusun sepuluh kitabnya, padahal ia setiap hari menghatamkan Al-Qur'an sambil merenungkannya. Dan setiap bulan Ramadhan ia khatam dua kali sehari padahal ia sibuk mengajar, memberi fatwa, berpikir dan berzikir serta terkadang tertimpa sakit karena ia terkena satu atau dua penyakit atau lebih, dan mungkin ia terkena tiga puluh macam penyakit. Demikian juga yang terjadi pada Imam Haramain Abu Ma'ali al-Juwani r.a., bila umur, karya-karya yang dihasilkannya, pertemuan-pertemuannya untuk pengajaran, dan waktu zikirnya di majelis zikir yang tidak pernah terlewatkan dibandingkan, niscaya umurnya tidak cukup untuk melakukan semua itu.
Banyak wali yang mampu menghatamkan Al-QurKan 8 kali setiap harinya. Imam Al-Rabani Syaikh Muhyiddin al-Nawawi r.a. telah mengisi hidupnya untuk menyusun berbagai kitab, padahal usia hidupnya tidak cukup untuk menuliskan kitab-kitab itu apalagi untuk mengarangnya, ditambah lagi waktu untuk melakukan berbagai ibadah dan aktivitas lainnya. Demikian juga Syaikh Imam al-Walid, ayahanda
dari Syaikhul Islam Imam Taqiyuddin al-Subki r.a. Jika waktunya untuk menyusun berbagai kitab, ditambah dengan kegiatan ibadahnya, aktivitas-aktivitas lain yang bermanfaat, mengajarkan ilmu, menuliskan fatwa, membaca Al-Qursan, dan kesibukannya dalam urusan hukum dihitung, niscaya umurnya tidak cukup untuk melakukan sepertiga dari aktivitas-aktivitasnya itu. Semua itu terjadi berkat Allah yang Maha Suci yang telah memberikan berkah dan rahmat kepada para wali.
25. Menghilangkan pengaruh racun dan hal yang membahayakan.
Diceritakan bahwa pada sua tu hari seorang syaikh ditantang oleh seorang raja untuk menunjukkan karamahnya, "Kalau Engkau tidak bisa menunjukkan hal yang luar biasa kepadaku, maka aku akan membunuh murid-muridmu ini?" Saat itu, di dekat syaikh ada kotoran unta, lalu syaikh berkata, "Lihatlah!" Tiba-tiba kotoran itu berubah menjadi emas. Di sisi syaikh ada sebuah gayung tanpa air. Lalu ia mengambil gayung itu dan melemparkannya ke udara. Sewaktu ia mengambilnya kembali, gayung itu sudah penuh air, padahal posisi gayung itu terbalik tetapi tidak ada setetes air pun yang tumpah. Sang raja berkomentar, "Ini sihir!" Selanjutnya raja menyalakan api besar, lalu memerintahkan murid-murid syaikh itu memasukinya. Selesai mengelilingi api, masuklah syaikh dan beberapa muridnya ke dalam api. Kemudian syaikh keluar lagi dari api itu dan menyambar putra kecil sang raja. Ia masuk kembali ke dalam api dan menghilang selama satu jam sampai raja menduga anaknya ikut terbakar. Kemudian Syaikh dan anak raja itu keluar sambil memegang apel dan delima. Sang ayah bertanya, "Dari mana saja kamu?" Jawabnya, "Dari taman." Berkomentarlah para punggawa raja, "Ini dibuat-buat, tidak nyata." Sang raja berkata kepada Syaikh itu, "Kalau kamu bisa selamat minum segelas racun ini, maka aku akan mempercayaimu." Syaikh itu meminumnya, maka terkoyak-koyaklah pakaiannya. Hadirin lalu memberinya pakaian yang lain, maka terkoyak-koyaklah kainnya. Demikian hal tersebut dilakukan berulang-ulang hingga hancurlah pakaian syaikh tersebut hingga kelihatan ototnya. Tetapi racun yang mematikan itu tidak berpengaruh apa-apa.
Selanjutnya Al-Subki menjelaskan, "Menurut perkiraan saya, karamah para wali lebih dari seratus macam. Macam-macam karamah yang telah saya kemukakan di atas merupakan bukti bagi orang yang meremehkan dan mengabaikannya. Semua karamah di atas telah banyak diriwayatkan dan diceritakan dan telah tersebar pula khabar-khabar dan riwayat-riwayat tentangnya. Jadi, selain kebenaran adalah
kesesatan, dan kalau bukan berupa penjelasan tentang hidayah berarti sia-sia. Orang yang setuju tidak menyerah begitu saja, tetapi selalu meminta kepada Tuhannya untuk menghubungkannya dengan orang-orang yang saleh. Mereka senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus. Kalau saya mencoba membatasi apa yang terjadi pada para wali, berarti saya telah mempersempit jiwa kita dan menghabiskan banyak kertas.' Imam' Abdur Rauf al-Munawi menuturkan dalam pendahuluan kitab Thabaqah al-Shugra tentang macam-macam karamah dengan gaya bahasa yang berbeda. Meskipun pendapatnya tidak berbeda dengan pendapat Muhyiddin Ibnu 'Arabi dalam kitab Mawaqi' al-Nujum, akan tetapi Al-Munawi memberikan ringkasan, mengemukakan pendapat-nya sendiri, dan menolak pendapat yang sudah ada.
Al-Munawi berkata, "Perlu diketahui bahwa tujuan Allah menampakkan karamah adalah untuk menunjukkan keajaiban-keajaiban-Nya dan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada wali tersebut yang akan menambah kecintaan wali kepada maqamnya dan memperkuat tujuannya. Sebagaimana firman Allah, Agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami (QS Al-Isra' [17]: 1). Maksudnya adalah, apabila seorang wali telah menaati Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memberikan karamah kepadanya seperti kemampuan untuk mengetahui orang yang akan datang dari jarak jauh atau melalui hijab yang tebal, melihat Ka'bah dari tempat yang jauh, menyaksikan alam gaib, dan hal-hal luar biasa lainnya seperti yang dialami Nabi, sebagai penghormatan bagi orang yang mengikuti dan mencintainya. Ia juga bisa menyaksikan alam malakut seperti malaikat, alam jabarut seperti jin, dan alam ruh seperti Abdal dan Autad. Para malaikat adalah makhluk yang difirmankan Allah sebagai, Mereka bertasbih malam dan siang tiada hentinya (QS Al-Anbiya' [21]: 20). Apa anggapanmu terhadap orang yang menjadi teman para malaikat yang tidak pernah lalai. Ia pasti orang yang selalu berzikir dan merenungi kekurangan dirinya dengan menjalankan berbagai ketaatan untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi dan menyaksikan {musyahadah) Yang Maha Agung dan Mulia, dan teman yang menyelamatkan dari kejahatan. Adapun alam ruhani bisa disaksikan oleh setiap orang yang mempunyai sifat seperti malaikat yang teguh dan sungguh-sungguh menaati perintah Allah serta mempunyai sifat-sifat yang sempurna seperti Nabi Khidir a.s. dan lain-lain. Tidakkah kau lihat Ibrahim al-Khawwas ketika bertemu dengan Khidir, ia menjadikan pertemuan itu sebagai bentuk penghormatan.
Lalu ia bertanya kepada Khidir, 'Bagaimana aku bisa melihat engkau?' Khidir menjawab, Itu karena kebaikanmu terhadap ibumu.'"
Masih menurut Al-Munawi, pertemuan dengan makhluk-makhluk Allah yang mulia harus kita yakini sebagai perhatian Allah kepada kita, karena Allah-lah yang telah mempertemukan kita dengan makhluk-Nya yang taat dan khawwash, yaitu makhluk yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya. Tidak akan sengsara orang yang menjadi teman mereka karena mereka adalah orang-orang yang telah terlepas dari unsur-unsur tanah dan keluar dari kejelekan-kejelekan sifat manusia. Cahaya perlindungan Allah telah mematangkan sifat-sifat ketanahan mereka yang baik, terberkati, lurus, dan bercampur dengan sifat-sifat yang lembut, lalu mengeluarkan mereka dari asal mula mereka untuk mencapai alam yang tinggi. Sehingga pada akhirnya kebiasaan-kebiasan mereka menjadi luar biasa. Apabila manusia memiliki sifat-sifat malaikat, maka ia akan keluar dari kebiasaan manusia dan muncul darinya keajaiban seperti yang dimiliki malaikat hasil dari musyahadatnya. Kebanyakan manusia seperti itu tidak bisa dilihat oleh mata sebab terhalang oleh sesuatu, bisa dirasakan tetapi tidak bisa dilihat, mampu berjalan di atas air, terbang di udara, tidak terlihat, dan mampu berubah bentuk seperti alam ruhani, seperti Khidir a.s. yang bisa menjelma menjadi bentuk yang ia inginkan.

Al-Munawi menjelaskan lagi, "Ketahuilah bahwa manusia bisa berpindah dari menyaksikan alam malakut yang ada di luar dirinya untuk melihat keadaan alam khusus tersebut. Melihat di sini artinya terbuka mata batinnya sehingga tersingkaplah baginya rahasia hakikat dan tampaklah cahaya yang suci, yakni tersingkapnya selubung hati sehingga maksud-maksud ilahiah dan rahasia-rahasia hakikat menjadi jelas. Hal itu menjelma dalam cermin imajinasi penglihatan sehingga mata batin bisa melihatnya yang pada akhirnya tampak kepadanya hal-hal gaib dan apa yang tersembunyi dalam hati. Apabila hijab (penghalang) mata hati telah tersingkap dan tutupnya telah terbuka, maka orang akan mampu mengetahui getaran-getaran hati yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, apabila seorang wali mau, niscaya ia bisa menunjukkan kemampuannya itu dan apabila tidak dia akan menutupinya sesuai kondisi, waktu, dan kemaslahatan. Berdasarkan hal ini, ada sebagian wali yang mampu menyingkap hal-hal gaib, dan sebagian lain mampu menandai sifat-sifat orang lain dalam cermin hatinya karena kesuciannya. Hal itu berlaku bagi orang yang melepaskan keinginan-keinginan duniawi. Dan apabila ia menemukan keinginan yang tidak sesuai dengan maqamnya, maka ia tahu bahwa itu adalah keinginan orang-orang yang ada di hadapannya. Sebagian wali tidak mengetahui itu keinginan siapa, maka ia berbicara tentang ciri-ciri orang yang sesuai dengan keinginan tersebut. Dan sebagian lagi mengetahui siapa yang menginginkannya, sehingga langsung menyatakannya kepada orang yang dimaksud. Pangkal pengetahuannya adalah bahwa pada dasarnya antar hati itu ada hubungan. Apabila terlintas dalam hati syaikh atau murid sesuatu yang jelek maka muncullah asap yang membentuk awan gelap dalam hati Syaikh. Apabila syaikh sedang berhadapan dengan orang yang mempunyai keinginan jelek, maka asapnya semakin tebal, dan apabila ia memalingkan wajah darinya maka asap itu menghilang. Apabila terlintas sesuatu yang baik maka asap itu menjadi asap yang lembut dan berbau harum di hidungnya. Keadaan itu terjadi apabila orang yang menginginkannya ada di hadapannya. Apabila tidak ada, maka seperti ahli ma'rifa t yang berdiam diri di sebuah masjid dan pada saat yang sama keluarganya atau orang lain menginginkan makanan tertentu. Tiba-tiba makanan itu ada di hadapannya, padahal ia tidak menginginkannya. Tahulah ia bahwa ia tidak menginginkan makanan itu untuk dirinya, maka ia memberikan dan mengirimkannya kepada orang yang menginginkannya."

Termasuk kategori mukasyafah yang halus adalah terbersitnya suatu keinginan dalam hati seorang wali, lalu di bajunya muncullah tanda bahwa keinginannya itu diperintahkan atau dilarang oleh Allah. Sebagaimana yang dialami Abu Madyan r.a. ketika ingin menceraikan istrinya, Abu ' Abbas al-Khasyab melihat tulisan di baju Syaikh Abu Madyan, "Pertahankan istrimu!" Dan seperti yang dialami Ibnu 'Arabi r.a. ketika sibuk menyusun sebuah kitab, ada yang berkata kepadanya, "Tulislah bab yang sulit dipahami ini." Setelah itu, ia tidak tahu apa yang akan dituliskannya dan bingung sesaat. Seteleh kebingungannya hilang, ia melihat papan bertangkai yang bercahaya di hadapannya, di atasnya terdapat tulisan hijau bercahaya, kemudian papan itu hilang.

Beberapa mukasyafah yang dialami wali


  • Ada wali yang mampu menyingkap alam gaib, hingga dinding dan kegelapan tidak menghalanginya untuk melihat apa yang dilakukan orang-orang di dalam rumah mereka.
  • Ada wali yang ketika berjumpa dengan seorang pezina, pemabuk, pencuri, pencela, atau orang yang suka berbuat zalim, ia melihat
    goresan tanda hitam pada anggota tubuh mereka yang melakukan maksiat 'Ali Abi Ya'zi, guru Ibnu 'Arabi, termasuk wali yang menempati maqam ini. Mukasyafah ini khusus bagi orang yang bersifat wara' (orang yang benar-benar menjauhi maksiat dan syubhat).
  • Ada wali yang jika ada orang yang ribut atau diam di majelisnya, ia mengetahui derajat dan apa yang akan terjadi dengan orang itu, kenyataannya sesuai dengan apa yang dikatakan wali itu, dan ia selamanya tidak akan salah. Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki ribut di majelis Abu Madyan, lalu orang itu disuruh keluar. Abu Madyan berkata, "Kamu akan melihat keadaanya setahun kemudian." Sebagian orang yang hadir meminta penjelasan, lalu Abu Madyan berkata, "Ia akan menganggap dirinya Imam Mahdi." Dua puluh tahun kemudian, apa yang dikatakan Abu Madyan terjadi. Kemampuan ini berasal dari ilmu ladunni.
  • Ada wali yang tatkala bangun tidur, di hadapannya sudah tersedia minuman dari madu, susu, dan air, lalu ia meminumnya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui alam ruhani yang berbeda dengan alam fisik, tetapi ia tidak menggelutinya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui rahasia batu-batu mineral, dan semacamnya. Ia mengetahui khasiat, rahasia, dan bahaya dari batu-batu itu.
  • Ada wali yang dianugerahi maqam bisa memahami Allah dan mendengar tanda-tanda kekuasaan-Nya, sehingga ia bisa mendengar ucapan benda-benda mati. Apakah kemampuan itu termasuk hal yang biasa atau luar biasa tergantung pada tingkatan pemahaman terhadap ucapan benda mati. Yang termasuk hal luar biasa ada 2 macam. Pertama, merujuk pada orang yang mendengarnya, yakni kemampuan memahami hakikat ucapan benda mati. Kedua, merujuk pada ucapan benda-mati itu sendiri melalui karamah, misalnya bertasbihnya kerikil di telapak tangan sebagian sahabat. Apabila seorang hamba memperoleh maqam ini, maka ia akan mendengar semua benda mati bertasbih dengan bahasa yang jelas seperti bahasa manusia.
  • Ada wali yang dianugerahi kemampuan menyingkap dunia tumbuh-tumbuhan. Semua tumbuhan dan rumput memberitahukan kepada wali itu sari-sari yang dikandungnya baik yang berbahaya atau yang berkhasiat. Tumbuh-tumbuhan itu berkata, "Hai hamba Allah, khasiatku begini dan bahayaku begini."
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan bergaul dengan binatang. Binatang-binatang mengucapkan salam kepadanya dengan bahasa
    yang jelas dan memberitahunya tentang khasiat-khasiat yang dikandungnya.
  • Ada wali yang diberi kemampuan menyibak perjalanan hidup orang yang masih hidup, rahasia-rahasia yang diberikan kepada orang itu sesuai dengan keadaannya, dan bagaimana perkembangan ibadahnya dalam perjalanan hidupnya itu.
  • Ada wali yang diberi kemampuan melihat hal-hal yang tidak mungkin melalui jentera dan merubah yang kasar menjadi lembut dan sebaliknya.
  • Ada wali yang diberi kemampuan meramalkan hal-hal jelek yang akan terjadi, lalu ia meminta dihindarkan sehingga ia tidak terkena hal buruk itu.
  • Ada wali yang diberi kemampuan ilmu astrologi dan cara-cara yang sistematis dan menyeluruh.
  • Ada wali yang dianugerahi kemampuan mencapai ilmu-ilmu ilahiyah dan diberitahu cara-cara untuk mencapainya seperti persiapan yang harus dilakukan, etika dalam mencari dan mengamalkan ilmu, memegang dan menyebarluaskannya, serta cara menjaga hati dari hal-hal yang merusak. Semua cara itu adalah satu kesatuan dan tersembunyi
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui tingkatan ilmu-ilmu teoritis, ide-ide yang cemerlang, dan bentuk-bentuk kesalahan pemahamannya, kemampuan membedakan antara prasangka dan ilmu, berbagai hal yang terjadi di antara alam arwah dan alam fisik, sebab terjadinya, dan berjalannya rahasia ilahi di alam ini serta sebabnya.
  • Ada wali yang mampu menangkap alam tashwir, alam taksin, alam benda-benda mati, bentuk-bentuk suci dan jiwa tumbuhan yang mestinya diketahui akal dalam bentuk dan susunan yang baik, rahasia-rahasia kelemahan, kelembutan dan rahmat orang-orang yang disifatinya.
  • Ada wali yang mampu menguak tingkatan kutub bumi.
  • Ada wali yang mampu menguak benda-benda yang memantulkan cahaya, benda-benda yang langgeng, benda-benda yang abadi, rahasia alam, dan kemampuan untuk menjaga dan menyampaikan amanat kepada orang yang berhak.
  • Ada wali yang dianugerahi pengetahuan tentang simbol-simbol, penghitungan, dan firasat
  • Ada wali yang disingkapkan baginya dunia lain, mampu menyingkap kebenaran dan pendapat-pendapat yang benar, mazhab-mazhab yang lurus, dan syariat-syariat yang telah diturunkan.
  • Ada wali yang terlihat sebagai orang alim, Allah telah menghiasi mereka dengan pengetahuan-pengetahuan suci sebagai sebaik-baik perhiasan.
  • Ada wali yang dianugerahi kewibawaan, ketenangan, teguh pendirian, dan kemampuan mengetahui tipu muslihat dan rahasia-rahasia yang tersembunyi, dan sejenisnya.
  • Ada wali yang mampu berbicara, tetapi tidak terlihat siapa yang diajak bicara. Ia berbicara dengannya dan mendengar pembicaraan itu, baik pembicaraannya muncul tanpa dipikir sebelumnya, atau sebagai jawaban atas pertanyaan secara seketika, serta memberi dan menjawab salam.
  • Ada wali yang naik maqamnya, hingga ia mampu berbicara kepada malaikat dan bercakap-cakap dengannya. Apabila seorang hamba mencapai maqam ini maka ia bisa memanggil dan berhubungan dengannya. Apabila ia hanya berbicara kepadanya, maka malaikat tidak menjawabnya. Tetapi apabila pembicaraan antara mereka benar, mereka akan saling berbicara. Dan apabila ia mengalami hal tersebut, maka malaikat akan menolongnya.
  • Ada wali yang mampu mengatakan sesuatu yang belum terjadi dan memberitakan hal-hal gaib sebelum tampak. Dalam hal ini ada tiga bentuk yang mungkin terjadi; berupa penyampaian, tulisan, dan pertemuan. Ibnu Mukhallad mengalami tiga hal tersebut
  • Ada wali yang disingkapkan baginya alam keraguan, kekurangan, kelemahan, dan rahasia-rahasia perbuatan.
  • Ada wali yang diperlihatkan padanya alam jin dan tingkatan derajatnya, neraka beserta tingkatannya, dan tingkatan azabnya.
  • Ada wali yang mampu mengetahui sifat-sifat manusia. Sebagian manusia tertutup sifatnya dan sebagian lain terbuka. Mereka mempunyai tasbih khusus yang bisa diketahui oleh wali apabila ia mendengarnya. Ibnu 'Arabi berkata, "Kita telah sama-sama menyaksikan karamah seperti ini. Sebagian wali menuju maqam yang mulia sehingga ia mampu mengatakan 'jadilah' maka sesuatu yang dikehendakinya itu terjadi dengan izin Allah. Maqam ini sangat mulia dan merupakan bukti terbesar kewalian seseorang." Nabi Isa a.s. berkata, "Aku bisa menyembuhkan orang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit lepra dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah" (QS Ali Imran [3]: 49). Masuk akal jika Allah memuliakan wali dengan memberinya karamah. Sesungguhnya karamah yang diterima seorang wali merupakan penghormatan kepada Nabi Saw., karena wali tersebut telah mengikuti dan menjalankan ajaran-ajarannya, sehingga ia pantas mendapatkannya.
  • Ada wali yang naik menuju alam gaib, lalu ia melihat di sebelah kanan alam itu, ada sebuah pena yang menulis kejadian-kejadian di lauh mahfud dalam bentuk huruf-huruf yang bersyakal dan bertitik. Hal tersebut untuk membedakan beberapa bentuk dan jenis makhluk. Seperti golongan manusia, makhluk berkaki empat, makhluk bersayap, macam-macam benda mati, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lainnya. Orang yang mempunyai maqam ini selalu berusaha menemukan pemilik huruf yang tertulis dalam susunan yang rapi tersebut. Apabila penelitiannya lama, padahal usianya pendek, maka Allah membuatnya rendah hati dan memohon kepada Allah untuk menghapuskannya.
  • Ada wali yang menjaga diri dari makanan, minuman, dan baju yang syubhat (tidak jelas kehalalan dan keharamannya), apalagi dari yang haram. Hal itu ditandai dengan tanda yang ditunjukkan Allah dalam dirinya atau dalam sesuatu yang haram dan syubhat itu. Seperti yang dialami Al-Haris al-Muhasibi, apabila dihidangkan kepadanya makanan yang syubhat, tiba-tiba keluar keringat dari jarinya. Begitu pula yang terjadi pada ibu dari Abu Yazid al-Bustami ketika mengandungnya, tangannya tidak pernah menyentuh makanan syubhat, bahkan tangannya mengenggam sendiri jika menemukan makanan syubhat. Wali lainnya merasa mual memakan makanan syubhat, sehingga memuntahkannya kembali. Ada juga makanan syubhat di hadapan seorang wali berubah menjadi darah, ulat, berwarna hitam, atau babi, dan lain-lain.
  • Ada wali yang apabila menyentuh makanan yang sedikit, maka makanan itu menjadi banyak. Misalnya, seorang wali yang dikunjungi teman-temannya padahal ia hanya mempunyai satu makanan saja. Lalu ia mengiris roti dan menutupinya dengan kain. Maka mereka pun memakan roti itu sampai kenyang padahal roti itu tetap seperti semula (tidak berkurang). Karamah ini merupakan warisan Nabi Muhammad Saw. Contoh lainnya adalah yang terjadi pada Abu' Abdillah al-Tawadi yang membawa secarik kain dan memegang sisinya, kemudian ia menunjukkan ujungnya kepada penjahit sambil berkata kepadanya, "Ambillah kain ini sehingga cukup untuk orang banyak." Kain itu lalu diambil tapi tetap tidak habis-habis dengan izin Allah. Lalu penjahit itu berkata, "Kain ini tidak habis-habis." Lalu Abu 'Abdillah melemparkan kain itu dan berkata, "Sudah, cukup!"
  • Ada wali yang mampu menjadikan satu macam makanan dalam piring menjadi bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang ada. Hal ini pernah terjadi pada salah seorang guru Abu Madyan r.a. Dalam suatu perjalanan, ia bertemu dengan seorang laki-laki, lalu berjalan bersamanya sebentar dan ia masuk ke rumah perempuan tua di sebuah gua. Sore harinya, ia kembali lagi ke perempuan tua itu dan duduk di sampingnya sampai putra perempuan itu datang. Anak itu mengucapkan salam kepadanya, lalu perempuan tua itu menghidangkan nampan berisi piring dan roti. Syaikh dan anak itu mulai makan. Si syaikh berkata, "Saya ingin yang saya makan ini menjadi begini." Anak itu lalu menjawab, "Wahai Syaikh, dengan nama Allah makanlah apa yang kau inginkan." Abu Madyan kemudian berkata, "Ketika saya terus menerus mengangankan keinginanku, anak itu melontarkan ucapan pertamanya, dan tiba-tiba saya mendapatkan makanan yang saya angankan. Anak itu masih muda, belum punya rambut di pelipisnya."
  • Ada wali yang bisa menjadikan makanan, minuman dan bajunya tergantung di udara. Seperti yang terjadi pada salah seorang wali yang membutuhkan air di padang pasir. Tiba-tiba ia mendengar deringan di atas kepalanya, lalu ia mendongakkan kepalanya, dan di situ ada gelas yang tergantung pada rantai emas. Ia meminumnya lalu meninggalkannya.
  • Ada wali yang bisa merubah air yang pahit dan asin yang ditemukannya menjadi manis dan segar. Ibnu' Arabi berkata, "Saya pernah meminum air semacam itu dari Abdullah, anak Ustaz al-Marwazi r.a., salah seorang khawwash murid dari salah seorang guru Abu Madyan.
  • Ada wali yang memakan makanan dari orang lain. Zaid memakan makanan dari 'Umar padahal 'Umar tidak di hadapannya. 'Umar merasa kenyang di tempatnya dan dia merasakan bau makanan itu seakan-akan dia yang memakannya. Hal ini pernah terjadi pada Al-Hajj Abu Muhammad al-Marwazi dan Abu' Abbas bin Abi Marwan di Ghirnatah. Hal itu terjadi karena ahli ma'rifat ini mempunyai keinginan yang suci dan bersih dari dosa dalam batinnya. Allah memberikan karamah dalam dirinya sebagai penghormatan dan untuk membaguskan maqamnya, maka dari keinginannya itu keluarlah apa yang ia sebutkan.
  • Ada wali yang memakan makanan spiritual yang menjadikan jiwanya kekal. Ia tidak membutuhkan makanan jasmaniah kecuali hanya sedikit untuk mempertahankan dirinya. Kekekalan jiwa bisa tercapai dengan makanan ruhani.
  • Ada wali yang mengetahui rahasia biji-bijian dan penyemaiannya di bumi, hujan yang menyebabkannya tumbuh, angin yang menyebarluaskannya dan apa-apa yang membuat bumi menjadi tenang, serta matahari yang memancarkan cahayanya sebagai makanan bagi tumbuhan. Makanan itu mengandung kesempurnaan seperti yang diusahakan manusia. Pengetahuan tentang ini adalah ilmu yang mulia dan bernilai tinggi yang Allah berikan kepada para wali-Nya.
  • Ada wali yang dikaruniai kemampuan mengetahui hakikat bumi, lapisan-lapisan, dan rahasia-rahasianya, serta segala hukum alam yang ditetapkan oleh Allah secara terperinci.
  • Ada wali yang dibukakan kepadanya alam malakut, rahasia kehidupan, dan pengetahuan yang tersembunyi di dalam air, sehingga ia bisa mengetahui kehidupan yang kasat dan tak kasat mata dan mampu merasakan hal-hal yang berbahaya dan zat-zat yang ada di laut.
  • Ada wali yang mengetahui segala tingkat ilmu, kegunaannya di dunia, siapa yang memiliki dan tidak memilikinya, dan lain-lain.
  • Ada wali yang bisa berjalan di udara. Hal tersebut dialami oleh banyak wali. Ada seorang laki-laki yang melihat orang sedang berjalan di udara, lalu ia bertanya kepadanya, "Karena apa engkau mendapatkan karamah itu?" Ia menjawab, "Kutinggalkan nafsuku untuk menuruti keinginan-Nya, maka Dia menundukkan udara bagiku." Lalu ia berlalu.
  • Ada wali yang dibukakan kepadanya pintu alam ruh di alam malakut, sehingga ia bisa mengetahui hakikat dari rahasia dan cara malaikat naik turun, rahasia pengaturan dan penundukan mereka, kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka.
  • Ada wali yang bisa datang ke lauh mahfuzh melalui esensi hatinya. Lalu dengan izin Allah, ia dapat menyingkap dan menyaksikan secara langsung (musyahadah) hal-hal yang ada di sana, padahal anggota badannya tidak bergerak, kecuali kedua matanya.
  • Ada wali yang terus-menerus bersimpuh di hadapan lauh mahfuzh, padahal tidak ada manfaatnya.
  • Ada wali yang terkadang menyaksikan lauh mahfuzh
  • Ada wali yang bisa melihat bagaimana pena menulis di atas lauh mahfuzh.
  • Ada wali yang melihat gerakan pena di lauh mahfuzh. Setiap maqam mempunyai tata cara yang khusus. Tanda orang yang menyaksikan lauh mahfuzh adalah ia menyebutkan rahasiamu padahal kamu diam saja. Seperti yang dikatakan Al-Junaid r.a. ketika ditanya, "Siapa ahli ma'rifat itu?" Ia menjawab, "Orang yang memberitahukan rahasiamu padahal kamu diam saja." Dan tanda orang yang menyaksikan pena lauh mahfuzh sedang menulis adalah ia bisa mengetahui rahasia yang kamu katakan dalam hati dari manapun asalnya dan sebab adanya.
  • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah rahasia-rahasia yang tersimpan di alam yang paling agung.
  • Ada wali yang diperlihatkan oleh Allah alasan dan sebab terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa. Setelah ia mengetahuinya, ia memikirkan apakah peristiwa itu mempunyai pengaruh atau tidak? Apabila ada pengaruhnya, maka ia bersiap-siap untuk menerimanya. Apabila pengaruhnya merusak, maka ia memperingatkan teman-temannya. Apabila pengaruhnya berupa rahmat atau kabar gembira, maka ia bersiap-siap untuk bersyukur dan memuji Allah. Seperti Ibnu Barjan r.a. yang memberitahukan tahun akan terjadinya penaklukan Baitul Maqdis. Dan pada tahun yang ditentukan, terjadilah apa yang diramalkannya.
  • Ada wali yang diberitahu Allah tentang kelemahan dirinya, apa yang akan ia dapatkan, dan bagaimana keadaannya nanti.
  • Ada wali yang sampai pada keadaan ketika ia tidak melihat seorang pun yang ia ajak bicara kecuali Allah Swt. Ia melaksanakan segala perintah-Nya. Maqam ini adalah maqam yang penting. Orang yang mengalami maqam ini adalah Khair al-Nasaj r.a. ketika terbersit hal tersebut dalam pikirannya, lalu ia diuji dengan bertemu seseorang yang berkata kepadanya, "Kamu budakku, namamu Khair." Nassaj seakan-akan mendengar Allah yang mengatakan ucapan tersebut. Orang itu kemudian mempekerjakan Nassaj selama beberapa tahun, lalu ia berkata kepadanya, "Kamu bukan budakku dan namamu bukan Khair." Lalu orang itu melepaskan Nassaj.

Demikianlah, karamah tidak akan pernah habis untuk diungkap. Karamah-karamah yang disebutkan di atas cukup untuk mencapai tujuan, yaitu agar manusia tidak meremehkan para wali, bersopan santun kepada mereka apabila mendengar perkataan, perbuatan atau keadaan mereka, mematuhi perkataan mereka meskipun belum paham, dan berdamai dengan mereka supaya selamat. Apabila engkau mendengar rahasia Allah yang tersembunyi dalam diri makhluk yang dipilih sesuai dengan kehendak-Nya, maka terimalah dan percayailah, jika tidak, maka kamu tidak akan mendapat kebaikan.

Inilah penjelasan yang saya ambil dari pendahuluan kitab Al-Tabaqat al-Kubra karya Imam 'Abdul Rauf al-Munawi r.a. juga yang telah saya lihat dalam kitab Mawaqi' al-Nujum karya Syaikh al-Akbar Ibnu 'Arabi r.a.



No comments:

Post a Comment