Shalat adalah istilah yang di dalamnya para pemula menemukan keseluruhan jalan menuju Tuhan, dari awal sampai akhir, dan yang didalamnya maqam-maqam mereka ditimpakan.
Jadi, para pemula, penyucian menggantikan tobat, dan keberuntungan pada pembimbing rohani menggantikan penentuan kiblat, dan berdiri dalam Shalat menggantikan perjuangan melawan hawa nafsu (mujahadat)
Dan membaca Al’Quran menggantikan zikir, dan ruku, menggantikan kerendahan hati, bersujud menggantikan pengenalan diri, dan mengucap syahadat menggantikan keakraban, dan salam menggantikan pengunduran diri dari dunia dan bebas dari belenggu maqam.
Karena itu, ketika Rasulullah kehilangan semua perasaan gembira (musyarib) dalam kekacauan yang memuncak, beliau biasa mengatakan : “Wahai Bilal, senangkanlah kami dengan Azan”
Sebagian beranggapan bahwa shalat adalah sarana untuk memperoleh “kehadiran” bersama Tuhan, dan yang lain menganggapnya sebagai sarana untuk memperoleh “ketidakhadiran”. Sebagian orang yang telah berada dalam “ketikhadiran” menjadi “hadir” dalam shalat, sementara yang lain berada dalam “kehadiran” menjadi “tidak hadir”.
Demikian pula, di akhirat nanti dimana Tuhan terlihat, sebagian yang tidak hadir, ketika mereka melihat Tuhan, akan menjadi “hadir”, dan sebaliknya.
Aku Ali bin Utsman, menyatakan bahwa shalat adalah suatu perintah Illahi dan bukan sarana untuk memperoleh baik “kehadiran” maupun “ke tidak hadiran”, karena perintah tuhan bukanlah sarana untuk mencapai sesuatu.
Tatapi, karena ia harus dilakukan oleh semua orang, apakah “hadir” ataupun “tidak hadir “, shalat adalah berdaulat esensinya dan kemandiriannya.
Shalat harus dilakukan dengan keteguhan hati (Istiqamat) sehingga badan-badan kita terbiasa dengan Ibadah, dan orang-orang Istiqomah juga melakukan banyak shalat sebagai rasa syukur atas nikmat yang Allah limpahkan kepada mereka.
Sehingga malalui shalat-shalat itu mereka menjadi satu, dan ketika sudah tidak dalam keadaan shalat dengan demikian mereka menjadi terpisah.
Yang pertama, orang-orang yang bersatu dalam shalat-shalat mereka, melakukan shalat wajib siang dan malam, dan juga melakukan shalat-shalat sunnah, tetapi yang ke dua, orang-orang yang terpisah, melaksanakan shalat tidak lebih dari pada yang mereka butuhkan.
Rasululloh bersabda : “dalam shalat terletak kegembiraanku” karena shalat adalah sumber kebahagiaan begi orang yang Istiqomah.
Ketika Rasululloh dibawa mendekat kepada Tuhan pada malam Mi’raj, dan jiwanya terlepas dari rantai-rantai wujud, dan Ruhnya kehilangan kesadaran akan semua derajat dan maqam, dan kekuatan alamiahnya sirna, beliau mengatakan, bukan kerena kehendaknya sendiri, tapi diilhami oleh kerinduan “Wahai Tuhan, janganlah bawa aku ke dunia penderitaan sana !! Jangan campakan aku di bawah kuasa tabiat alamiah dan hawa nafsu”.
Tuhan menjawab : “Inilah keputusan-Ku bahwa engkau harus kembali ke dunia untuk menegakkan hukum Agama (syari’at) supaya Aku bisa memberimu di situ apa yang Aku telah berikan kepadamu di sini”.
Ketika kembali ke dunia ini, beliau biasa mengatakan keadaan saat beliau merasakan kerinduan kapada maqam yang tinggi itu : wahai Bilal, senangkanlah kami dengan Azan !! Maka baginya setiap kali shalat merupakan Mi’raj dan kedekatan baru kepada Tuhan (Allah)
Dan Rasul bersabda :
“Aku mendengar jibril mengatakan bahwa Allah berfirman : “Barang siapa menghina wali-wali-Ku, maka ia menyatakan perang kepada-Ku.
Aku tidak ragu-ragu dalam apapun, namun Aku segan mencabut jiwa hamba-Ku yang beriman yang membenci kematian dan yang kepadanya Aku tidak suka menyiksa, tetapi ia tidak bisa terlepas darinya. Dan tidak ada cara bagi hamba-Ku dalam mencari ridho-Ku yang lebih menyenangkan bagi-Ku dari pada pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang aku letakan padanya.
Dan hamba-hamba-Ku yang terus menerus mencari ridho-Ku dengan amal-amal sunnah hingga Aku mencintainya, dan bila mana Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan penolongnya.
Dan Rasul juga bersabda :
“Tuhan suka menjumpai orang-orang yang suka menjumpai-Nya, dan tidak suka menjumpai orang-orang yang tidak suka menjumpai-Nya”, dan lagi “Apabila Tuhan mencintai seseorang, Dia mengatakan kepada Jibril “Wahai Jibril, Aku mencintai si fulan, maka begitu pula engkau hendaknya.
Kemudian Jibril mencintainya dan mengatakan kepada para penghuni langit, Tuhan mencintai si fulan, dan mereka juga mencintainya. Kemudian Dia melimpahkan kepadanya ridho-Nya di bumi, sebagai dia dicintai, begitu pun hal itu terjadi pada benci”.
Jadi, para pemula, penyucian menggantikan tobat, dan keberuntungan pada pembimbing rohani menggantikan penentuan kiblat, dan berdiri dalam Shalat menggantikan perjuangan melawan hawa nafsu (mujahadat)
Dan membaca Al’Quran menggantikan zikir, dan ruku, menggantikan kerendahan hati, bersujud menggantikan pengenalan diri, dan mengucap syahadat menggantikan keakraban, dan salam menggantikan pengunduran diri dari dunia dan bebas dari belenggu maqam.
Karena itu, ketika Rasulullah kehilangan semua perasaan gembira (musyarib) dalam kekacauan yang memuncak, beliau biasa mengatakan : “Wahai Bilal, senangkanlah kami dengan Azan”
Sebagian beranggapan bahwa shalat adalah sarana untuk memperoleh “kehadiran” bersama Tuhan, dan yang lain menganggapnya sebagai sarana untuk memperoleh “ketidakhadiran”. Sebagian orang yang telah berada dalam “ketikhadiran” menjadi “hadir” dalam shalat, sementara yang lain berada dalam “kehadiran” menjadi “tidak hadir”.
Demikian pula, di akhirat nanti dimana Tuhan terlihat, sebagian yang tidak hadir, ketika mereka melihat Tuhan, akan menjadi “hadir”, dan sebaliknya.
Aku Ali bin Utsman, menyatakan bahwa shalat adalah suatu perintah Illahi dan bukan sarana untuk memperoleh baik “kehadiran” maupun “ke tidak hadiran”, karena perintah tuhan bukanlah sarana untuk mencapai sesuatu.
Tatapi, karena ia harus dilakukan oleh semua orang, apakah “hadir” ataupun “tidak hadir “, shalat adalah berdaulat esensinya dan kemandiriannya.
Shalat harus dilakukan dengan keteguhan hati (Istiqamat) sehingga badan-badan kita terbiasa dengan Ibadah, dan orang-orang Istiqomah juga melakukan banyak shalat sebagai rasa syukur atas nikmat yang Allah limpahkan kepada mereka.
Sehingga malalui shalat-shalat itu mereka menjadi satu, dan ketika sudah tidak dalam keadaan shalat dengan demikian mereka menjadi terpisah.
Yang pertama, orang-orang yang bersatu dalam shalat-shalat mereka, melakukan shalat wajib siang dan malam, dan juga melakukan shalat-shalat sunnah, tetapi yang ke dua, orang-orang yang terpisah, melaksanakan shalat tidak lebih dari pada yang mereka butuhkan.
Rasululloh bersabda : “dalam shalat terletak kegembiraanku” karena shalat adalah sumber kebahagiaan begi orang yang Istiqomah.
Ketika Rasululloh dibawa mendekat kepada Tuhan pada malam Mi’raj, dan jiwanya terlepas dari rantai-rantai wujud, dan Ruhnya kehilangan kesadaran akan semua derajat dan maqam, dan kekuatan alamiahnya sirna, beliau mengatakan, bukan kerena kehendaknya sendiri, tapi diilhami oleh kerinduan “Wahai Tuhan, janganlah bawa aku ke dunia penderitaan sana !! Jangan campakan aku di bawah kuasa tabiat alamiah dan hawa nafsu”.
Tuhan menjawab : “Inilah keputusan-Ku bahwa engkau harus kembali ke dunia untuk menegakkan hukum Agama (syari’at) supaya Aku bisa memberimu di situ apa yang Aku telah berikan kepadamu di sini”.
Ketika kembali ke dunia ini, beliau biasa mengatakan keadaan saat beliau merasakan kerinduan kapada maqam yang tinggi itu : wahai Bilal, senangkanlah kami dengan Azan !! Maka baginya setiap kali shalat merupakan Mi’raj dan kedekatan baru kepada Tuhan (Allah)
Dan Rasul bersabda :
“Aku mendengar jibril mengatakan bahwa Allah berfirman : “Barang siapa menghina wali-wali-Ku, maka ia menyatakan perang kepada-Ku.
Aku tidak ragu-ragu dalam apapun, namun Aku segan mencabut jiwa hamba-Ku yang beriman yang membenci kematian dan yang kepadanya Aku tidak suka menyiksa, tetapi ia tidak bisa terlepas darinya. Dan tidak ada cara bagi hamba-Ku dalam mencari ridho-Ku yang lebih menyenangkan bagi-Ku dari pada pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang aku letakan padanya.
Dan hamba-hamba-Ku yang terus menerus mencari ridho-Ku dengan amal-amal sunnah hingga Aku mencintainya, dan bila mana Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan penolongnya.
Dan Rasul juga bersabda :
“Tuhan suka menjumpai orang-orang yang suka menjumpai-Nya, dan tidak suka menjumpai orang-orang yang tidak suka menjumpai-Nya”, dan lagi “Apabila Tuhan mencintai seseorang, Dia mengatakan kepada Jibril “Wahai Jibril, Aku mencintai si fulan, maka begitu pula engkau hendaknya.
Kemudian Jibril mencintainya dan mengatakan kepada para penghuni langit, Tuhan mencintai si fulan, dan mereka juga mencintainya. Kemudian Dia melimpahkan kepadanya ridho-Nya di bumi, sebagai dia dicintai, begitu pun hal itu terjadi pada benci”.
No comments:
Post a Comment