Thursday, February 23, 2012

Aku Cinta Pada-MU : Mengenal diriku yang Hina

suicide2

Susi kembali menangis. “Bonda..saya benar-benar tidak tahan. Bonda..tolonglah saya.” Perlahan suara Susi, sedih.

“Sabarlah dan yakinlah bahwa ini semua ujian dari Tuhan. Dia mahu melihat apakah Susi boleh sabar dengan ujian ini dan memahami apa maksud Tuhan di sebaliknya. Tuhan juga pasti akan menyelesaikannya Cuma tergantung kita, apakah kita mahu merujuk, menyerah diri meminta bantuan pada-Nya atau kita mencari jalan lain atau kita berputus asa.” Hibur Bonda sambil menepuk-nepuk bahu Susi.

“Memang ada kawan yang memberi penyelesaian supaya Susi mencari dukun untuk menundukkan Reza, tapi Susi nggak mau. Susi tahu itu cara yang salah, Bonda.” ujar Susi.

“Lalu kamu fikir kematian saja yang bisa menyelesaikan masalah ini?” Sahut Bonda.

“Tidak…tidak.. Tidak Bonda. Susi tidak mau mati. Susi banyak dosa. Susi tidak sanggup menghadapi siksaan kubur…” Sahut Susi segera.

Tiba-tiba Susi ketakutan, “Takut, Takut…ampun.. .ampun..” Rintih Susi.

Susi semakin ketakutan, kelakuannya seperti seseorangyang sedang disiksa. Dia memegang kepala seolah-olah seperti melindungi kepalanya dari pukulan orang.

“Susi, tenang. ..tenang.. .cuba ceritakan apa yang kamu rasakan…”

Beberapa saat kemudian setelah Susi kembali tenang, dia memulakan ceritanya dengan serius.

“Setelah menelefon Bonda tadi, saya hampir terjun dari jendela. Tapi beruntunglah Bonda menelefon lagi dan membacakan sajak tentang kematian itu. Setelah selesai mendengar sajak itu tiba-tiba saya diperlihatkan satu bayangan orang yang mahu membunuh saya dengan pedang. Saya takut sekali lalu saya pengsan.

“Sewaktu pengsan itu roh saya seperti dibawa ke satu tempat menyaksikan satu pemandangan yang sangat menakutkan..” Jelas Susi sambil menutup seluruh wajah dengan kedua telapak tangannya, seolah-olah yang diceritakan itu sedang disaksikan di hadapannya sekarang. Bonda kembali menepuk bahu Susi untuk menenangkannya.

“Bonda, ada dua makhluk mendatangi saya…dua makhluk… saya tidak tahu makhluk apa namanya kerana mereka sangat buruk rupanya dan sangat busuk baunya. Mereka menatap saya dengan pandangan tajam, seolah-olah menmebus ke dalam hati saya, saya sungguh takut, pandangannya pun menyakitkan.

Tiba-tiba saya mendengar suara gemuruh yang belum pernah saya dengar sebelumnya, lebih dahsyat dari Tsunami di Aceh, namun beberapa waktu kemudiam saya baru menyedari bahwa gemuruh itu adalah suara dua makhluk di hadapan saya.

“Siapa Tuhanmu !!?” Tanya’mereka. Seluruh saraf-syaraf yang ada dalam tubuh saya rasanya berdiri semua, sangat menakutkan, suaranya lebih mengerikan dari suara petir yang amat ganas.

Namun saya seperti dungu ditanya begitu. Saya kebingungan harus menjawab apa, saya merasa tidak faham dengan pertanyaan mereka.

“Siapa Tuhanmu!!? “ Tanya mereka lagi.

Saya semakin terperanjat, dan ketakutan saya semakin tak tertahankan, namun saya boleh memahami pertanyaannya dan saya tahu jawabannya, anehnya saya tidak mampu mengucapkannya, hati saya berkata bahwa ‘Allah’ Tuhan saya, namun bibir saya terkunci rapat sehingga mereka agaknya semakin marah kerana pertanyaannya tak juga mampu saya jawab. Sampai akhirnya berkali-kali mereka menyoal pertanyaan yang sama. Berkali-kali sampai gendang telinga saya seperti mahu pecah, saya menangis, lalu dengan susah payah akhirnya saya dengan tergagap-gagap berhasil mengatakan jawabannya. Saya begitu lega boleh mengucapkan nama Allah.

Namun tiba-tiba tanpa disangka-sangka, wajah mereka terlihat murka.

“Bohong!!.” Seru mereka serentak. Tubuh saya semakin menggigil dan gementar.

“Kau hanya mengaku-ngaku tuhan kamu Allah, tetapi sebenarnya kamu tidak pernah menuhankan Allah.. ” Jerit mereka. Bayangkan, tanpa berteriak saja suaranya sudah sangat menakutkan, apalagi kalau berteriak. Sungguh, rasanya darah ini berhenti mengalir.

“Kau menuhankan suamimu!” Seru sala hsatu dari mereka. Saya menggeleng kuat. Mana mungkin saya menganggap suami saya sebagai Tuhan?

“Kau mencintainya dan memujanya sampai melupakan Tuhanmu yang sesungguhnya.” Ujar yang satunya lagi.

Oh benarkah tu? Saya semakin takut. Seluruh darah sepertinya tersedut habis oleh rasa ketakutan.

“Tapi kau tidak melayani suamimu dengan baik, kau mengabaikannya demi cintamu pada yang lain, iaitu tuhanmu yang lain lagi, iaitu kariermu dan
bisnesmu padahal katanya kau mencintai suamimu dengan sepenuh hati.
Saya menangis melolong semahu-mahunya.

“Mana tuhanmu? Siapa sebenarnya tuhanmu?”

Tanya mereka lagi. Ketakutan saya memuncak. Saya ingat, saya memang terlalu mencintai suami saya, saya rela berbuat apa saja demi dia, namun anehnya dengam ringannya saya meninggalkan dia hanya untuk urusan pejabat dan bisnes. Rupanya saya juga menuhankan karier sampai saya juga yang berkeras menitipkan anak kami pada ibu saya demi kelancaran karier. Saya ingat itu semua dalam ketakutan saya tadi. Dan yang paling membuat saya takut sampai meraung-raung adalah ingatan saya pada Allah,Tuhan saya yang Maha Baik. Saya mengingat-ingatbilakah kali terakhir saya mengingat Allah? Bila saya solat?

Walaupun saya sering menyebutNya tapi saya jarang merasakan peranan-Nya dalam hidup saya. Rasanya jarang sekali, nyaris tidak pernah, sekalipun saya telah mendapat cubaan berat kemarin, namun tetap saja saya melupakanNya. Saya tidak merasa bahwa ujian ini dari Dia, saya hanya melihat ujian ini kerana kejahatan orang lain. Dalam solat saya yang hanya sekali-kali itupun saya sama sekali tidak ingat dengan Allah.

Akhirnya mereka yang berwajah menyeramkan dengan bau menyengat itu mendekati saya, memukulkan belantannya berkali-kali di kepala saya, kepala saya rasanya remuk, tak tertahankan sakitnya, saya sempat berharap kepala saya hancur lalu saya mati agar sakitnya tak terasa lagi, namun itu tidak terjadi. Yangsatu lagi memukul tubuh saya dengan
palu besar sebesar kapak. Mereka tak peduli dengan lolongan saya meminta ampun. Sungguh sakitnya tidak terperi, bahkan masih terasa sampai sekarang, busuknya bau mereka juga seakan merasuk ke dalam sukma.

Susi menangis teresak-esak.

“Syukurlah… Tuhan telah memberimu hidayah. Tuhan telah menyelamatkanmu dari kematian yang sia-sia.”

“Terima kasih Tuhan… ” Sayu suara Susi dengan nada terputus-putus disela-sela esak tangisnya.

alfattah

AL FATTAH

“Marilah kita berfikiran positif. Rupanya disebalik ujian yang menimpa keluarga Susi, sebenarnya Tuhan mahu Susi kembali merujuk kepada-Nya. Mungkin selama ini Susi hanya memberi cinta kepada suami sahaja dan melupakan Tuhan. Sedangkan Tuhan itu lebih patut dicintai. Akhirnya Tuhan ambil suamimu supaya kamu kembali mengingati dan mencintai-Nya.” Jelas Bonda.

“Betul Bonda, selama ini saya memang lalai dengan Tuhan. Selama ini saya rasakan Reza itulah segala-galanya. Makanya ketika dia mengkhianati saya, saya seperti mahu gila, saya seperti kehilangan segalanya hingga terfikir mahu bunuh diri.” Sahut Susi.

“Sebenarnya suami itu Tuhan hadiahkan kepada kita untuk menjadi kawan dalam kita menempuh perjalanan menuju Tuhan. Semestinya kita dan suami. bersama-sama dalam mencintai Tuhan. InsyaAllah kalau kita sama-sama mencintai Tuhan, kasih sayang antara suami dan isteri itu akan lahir dengan sendirinya. Itulah mawaddah wa rahmah yang Tuhan janjikan kepada setiap keluarga yang membesarkan-Nya.”

“Betul Bonda, sepatutnya saya mencintai Tuhan kerana sebenarnya Tuhanlah yang menciptakan cinta kasih suami isteri itu. Dia dapat menumbuhkan dan mencabutnya bila-bila masa sahaja.”

~000~


Sejak kejadian itu Susi meninggalkan Casablanca Mansion yang mengingatkannya pada kenangan-kenangan pahit, yang paling pahit adalah kebodohannya berniat terjun dari apartmen itu, seolah-olah nyawa memang ada di tangannya. Susi amat malu jika mengingat itu. Maka dimantapkannya hatinya untuk hijrah ke salah satu rumah di antara dua rumah yang dimilikinya di pinggiran Jakarta yang sudah lama menjadi pelaburannya. Susi berniat sungguh-sungguh dengan hijrahnya dia ke rumah baru, dia juga akan hijrah dari kejahilan menuju redha dan cinta Tuhan. Susi juga berencana akan mengambil kembali anak tunggalnya ke dalam pelukannya. Susi benar-benar berubah. Dia mulai serius mencari ilmu-ilmu agama terutama tentang perhubungannya dengan Tuhan.

Dia mengikuti kursus ‘Solat Membina Peribadi Agung’ yang dianjurkan oleh Grup Motivasi Global Ikhwan dimana Bonda adalah salah seorang pengarahnya. Susi benar-benar berusaha menjalin hubungan cinta dengan Tuhan. Lambat laun Susi mulai dapat menerima kenyataan perbuatan Reza terhadapnya. Susi yang selama ini dikenal sebagai wanita besi dan business woman yang sibuk siang malam mencari wang, kini jadi ramah, mudah membantu walaupun tetap saja aktif dalam kerja dan aktiviti kemasyarakatan.Pakaiannya sebagai seorang muslimah semakin baik, auratnya ditutup dengan rapi. Solatnya istiqamah, baik di pejabat atau di mana saja. Kemana-mana dia selalu membawa telekung dan sejadah di dalam keretanya.

Di waktu malam kelihatan Susi begitu serius beribadah, berhubungan dan bermanja-manja dengan Tuhan.Diam-diam kini Susi mempunyai budaya hidup yang baru. Semua hadiah dari Reza yang bertuliskan Aku Cinta Padamu kini dia ubah. Huruf m kecil Susi coret dan ganti dengan M besar menjadi Aku Cinta Pada-Mu, sebuah ikrar bahwa kini dia sedang mencuba untuk mencintai Tuhan.

~000~

Tiga bulan berlalu. Suatu malam, beberapa minit menjelang Isyak, Susi baru sampai ke rumah sepulangnya dari kerja. Seperti biasa Susi membunyikan hon memberi isyarat kepada Bik Imah bahwa dia sudah pulang. Namun berkali-kali Susi membunyikan hon Bik Imah tetap tidak datang juga. Akhirnya Susi turun dari kereta, langsung menuju pintu yang rupa-rupanya tidak dikunci. Tapi tidak seperti biasa ya, Bik Imah tidak menyambutnya di pintu. Susi fikir mungkin Bik Imah sedang sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Susi terus ke biliknya, dia mahu mandi dan bersiap-siap untuk solat Isyak. Di tengah jalan tadi Susi menyempatkan diri untuk solat Maghrib di masjid.Ketika Susi membuka pintu kamar, dia terkejut melihat sebuah karangan bunga yang diletakkan di meja. Susi mencuba meneliti siapa pengirimnya tapi tidak ditemuinya. Rangkaian mawar merah segar itu sangat indah, ditaruh dalam raga kecil tidak sebanding dengan mawar yang jumlahnya banyak, namun itu menambah keindahannya apalagi dihiasi pula dengan pita-pita kecil berwarna-warni.

“Bik Imaaah!” Teriak Susi memanggil pembantu rumahnya dari bilik Susi yang pintunya masih terbuka.

“Bik Imah, siapa yang mengirimkan bunga ini?” Seru Susi.

Tapi tidak ada jawaban, sepertinya Bik Imah,benar-benar tidak mendengar panggilannya. Susi mengangkat bunga itu dan menciumnya, tiba-tiba sekeping envelop kecil yang terletak di bawah bunga itu terseret dan terjatuh di lantai, lalu Susi mengambilnya. Dibukanya envelop itu perlahan, tidak ada nama pengirim, hanya sebaris perkataan tertulis di kad berbentuk hati yang begitu dia kenal “AKU CINTA PADAMU”.

“Reza ! ” Pekik Susi.

Susi dengan tergesa-gesa keluar dari biliknya, maksudnya ingin mencari bik Imah dan hendak bertanya bila dan siapa yang menghantar bunga itu, namun di pintu bilik dia hampir menerpa seseorang. Ya, seorang lelaki tegap berpakaian lengkap seperti baru selesai solat menghalanginya di pintu…dan lelaki itu adalah…Reza! Susi terkedu ada perasaan lega
bercampur sedih dan takut tiba-tiba mendera jiwanya. Reza melebarkan kedua tangan seperti hendak memeluknyadan Susi hampir saja menyambutnya tapi dia tersentak dan mundur ke belakang.

“Reza..?” Hairan Susi. Matanya memandang tepat ke arah lelaki itu hampir tidak percaya.

Reza yang memang sudah lama berdiri di depan pintu memperhatikan gelagat Susi, seperti sudah membaca fikiran isterinya itu. Reza lalu menunjukkan beberapa anak kunci.

“Abang masuk rumah dengan kunci ini.” Ujarnya

“Lho! Itu kan kunci simpanan bik Imah?” Pintas Susi. Dicuba kuat-kuat menekan perasaannya.

“Betul… Abang tahu kunci lama sudah tidak boleh dipakai sebab Susi sudah mengganti semua kunci pintu, kan? Abang sudah tiga kali menjadi tamu bik Imah. Tadi pagi Abang mengantarnya ke stesyen bas, kakaknya di kampung baru meninggal. Dia minta izin tinggal seminggu di kampung. Abang minta maaf sebab Abang yang melarangnya memberitahu Susi sendiri.” Papar Reza panjang lebar.

“ Jadi…?” Susi tercegat, nyaris tak mampu berkata-kata.

“Ya…bik Imah sedang tidak ada di rumah ini. Abang bersedia mengganti tempat bik Imah menemani Susi selama dia di kampung, supaya tidak kesepian. Boleh kan?” Reza tersenyum nakal.

“Tapi “

“Ya.. .Abang maklum, Abang memang suami yang jahat. Tapi Abang mohon berilah Abang kesempatan, setidaknya untuk menceritakan apa yang telah terjadi selama ini.”

Dari kejauhan terdengar sayup suara azan.

“Baiklah…saya mahu bersiap-siap solat Isyak dulu.” Ujar Susi tergagap.

“Terima kasih… Abang tunggu di ruang solat, kita solat berjemaah ya?” Ajak Reza menambah kebingungan Susi.

Malam itu Reza dan Susi solat Isya berjemaah. Susi hampir tidak percaya tatkala Reza mengimaminya solat Isyak dengan begitu tenang dan bacaan yang fasih. Di mana dia belajar? Bila dia belajar? Sejak bila dia berubah? Apakah aku sedang bermimpi?

Begitu terus berulang-ulang dia bertanya-tanya dalam hatinya. Maha KuasaTuhan yang telah mengubah Reza dengan begitu ketara. Setelah selesai solat dan berdoa, Reza duduk menghadap Susi di ruang solat itu. Masing-masing mereka merasa canggung, seperti orang yang baru kenal satu sama lain.

“Boleh Abang mulai bicara?” tanya Reza setelah beberapa minit membisu kerana kebingungan mahu memulakan dari mana. Susi mengangguk.

“Pertama-tama Abang mohon maaf kerana masuk ke rumah ini tanpa izin dari Susi.” kata Reza.

“Eh.. .nggak apa-apa. Ini kan rumah Abang juga,” jawab Susi sambil tersenyum. Ada kelembutan dalam nada suaranya.

“Abang juga ucapkan terima kasih kerana Susi sudi memberi kesempatan untuk bicara..”

“Silakan saja… .saya bisa jadi pendengar yang baik kok,”jawab Susi semakin ramah.

“Hmm… panjang ceritanya…

Setelah Susi menyerang Abang di hotel tiga bulan yang lalu, kami jadi serba salah. Abang minta maaf, sebenarnya saat itu Abang memang bersama Rini seperti yang dijangka Susi.”

Hati Susi kembali pedih mengingat peristiwa itu dan mendengar pengakuan suaminya, namun masih dicubanya menahan perasaannya yang tiba-tiba bergemuruh.

“Namun kami tidak sempat berbuat apa-apa, Sus.

No comments: