TEMPO Interaktif, Jakarta - Deklarasi Klub Taat Suami yang dicanangkan oleh Kelompok Global Ikhwan di sebuah restoran di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 18 Juni lalu, menuai pro dan kontra. Kalangan pria yang memiliki keistimewaan menikah lagi merasa mendapat angin segar dengan ajaran klub ini bahwa istri selayaknya harus menaati suami, termasuk ketika suaminya menikah lagi. Namun, banyak juga yang menolak deklarasi klub, terutama para istri dan kalangan feminis yang memandang klub ini telah merendahkan perempuan.
“Kami hanya ingin berbagi pengalaman bahwa di Global Ikhwan ada cara mendidik suami, mendidik istri, dan anak-anak. Kami membagi bagaimana melaksanakan perintah Tuhan untuk taat. Di mana merendahkannya?” kata Gina Puspita, Ketua Klub Taat Suami Indonesia, Rabu lalu.
Kecaman terhadap klub ini makin kencang manakala seorang pengurusnya mengatakan agar para istri melayani hasrat seksual suaminya seperti pelacur melayani pelanggannya demi menghindari perselingkuhan. Klub ini dituding menyamakan istri dengan pelacur dan urusan pernikahan hanya sebatas ranjang.
“Kita melayani suami karena Tuhan, maka kita berbuat seperti orang yang melayani orang lain karena uang, tapi bukan menyamakan seperti pelacur,”
ujar Gina, yang menjabat sebagai Ibu Global Ikhwan untuk wilayah Sumatera I, yang melingkupi seluruh Sumatera, kecuali Medan dan Aceh.
Global Ikhwan didirikan oleh Abuya Asaari Muhammad Tamimi, yang pernah mengaku mendatangkan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Saat berdiri pada 1968, namanya adalah Darul Arqam, lalu berubah menjadi Rufaqa lantaran dianggap sesat oleh Pemerintah Malaysia, dan akhirnya berubah lagi menjadi Global Ikhwan. Pusat perkumpulan ini sekarang berada di Haramain (Tanah Suci) Mekah dan Madinah, Arab Saudi, setelah bertahun-tahun berada di Malaysia. Cabang-cabangnya ada di Indonesia, Malaysia, Yordania, Suriah, Mesir, Eropa, dan Australia. Anggotanya diprediksi mencapai 10 ribu jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, Gina memperkirakan ada 500 keluarga.
Tempo berkesempatan melihat geliat roda bisnis Global Ikhwan berjalan. Di Jakarta, Global Ikhwan menyewa sebelas rumah toko di Plaza Niaga II Blok E 9-21 Sentul City, Bogor. Di sini, aktivitas yang ada adalah homestay, penerbitan, minimarket, rumah produksi, rumah kebajikan (rumah amal), asrama untuk santri perempuan dan laki-laki, usaha air isi ulang, kafetaria, klinik gigi dan salon, serta sekolah taman kanak-kanak. Tak jauh dari plaza di kawasan Victory, Global Ikhwan menjalankan usaha binatu, toko roti, dan penjahitan pakaian.
Saat melayani wawancara dengan Istiqomatul Hayati dan fotografer Wisnu, Gina didampingi oleh Siti Fauzah, ibu untuk Jawa I (Pulau Jawa dan Pontianak); Nunung Saleh Ibrahim, Ketua Yayasan Global Ikhwan; Sofiah Duleh, ibu untuk Pekanbaru; dan Khadijah Duleh, ibu untuk Global Ikhwan Sentul.
Apa respons dari pendeklarasian Klub Taat Suami ini?
Setelah peluncuran, banyak yang datang dari tokoh-tokoh Islam, MUI, konglomerat, dan pemerintah. Dari kantor Wali Kota Jakarta Selatan datang meminta agar Klub Taat Suami bisa membagi cerita dengan ibu-ibu PKK. Responsnya bagus sampai sekarang. Orang-orang banyak yang bertanya konsep taat suami itu seperti apa.
Bagaimana Anda menanggapi kalangan yang kontra?
Saya rasa itu karena beberapa sebab. Pertama, mungkin mereka tidak memahami konsep taat yang kami pahami. Dan bagi kalangan feminis, konsep taat itu menjadi asing. Islam itu awalnya asing dan kembali menjadi asing. Bukan saja soal taat. Waktu saya pakai jilbab pada 1982, hebohnya luar biasa. Tapi, lihatlah sekarang, jilbab bukan suatu yang aneh. Sebenarnya, kalau kita masuk ke perusahaan, ada bos, pemiliknya, kita yang jadi stafnya itu taat. Ketaatan itu maksudnya bukan sesuatu status yang merendahkan martabat.
Bukankah seharusnya muslim hanya taat kepada Allah?
Bukti seorang taat kepada Allah, dia terima semua aturan-Nya. Prinsipnya, kita berbuat baik pada orang karena iman. Begitu juga taat kepada suami. Bukan suami yang suruh, tapi Allah yang suruh.
Apa maksud pernyataan bahwa istri yang tidak taat, tidak menghiburkan, bisa menjadi sumber kerusakan masyarakat?
Bahwa istri yang baik, tapi tidak bisa melayani suaminya akan membuat suaminya pulang dengan wajah kusut. Apalagi jika istrinya bermasalah, padahal seharusnya istri itu menjadi tiang negara. Kalau yang mengalami masalah rumah tangga ini adalah para pemimpin dunia, maka sudah tentu merugi, tapi itu bukan berarti istri menjadi biang kerusakan masyarakat karena sebenarnya sumber kerusakan itu karena manusia sudah kehilangan moral. Suami pun, sebelum dia membimbing istrinya menjadi lebih baik, harus taat dulu kepada Allah dan bersikap baik. Kenapa kami terfokus pada ketaatan istri karena ini klub perempuan, maka yang dibicarakan masalah perempuan.
Apa tanggapan Anda ketika klub ini dituding merendahkan martabat perempuan?
Saya pikir ketika kita melayani suami kita dengan dasar cinta, itu bukan merendahkan martabat. Kami hanya ingin berbagi pengalaman meski kami masih jauh dari sempurna, bahwa sejak Global Ikhwan berdiri (1968) ada cara mendidik suami, mendidik istri, dan dan anak-anak. Kami bahagia, tidak ada krisis. Kami membagi pengalaman yang sudah ada. Hasilnya bagaimana kami melaksanakan perintah Tuhan untuk taat karena akhirnya seperti kami, Allah memberikan balas jasa kepada kita. Di mana merendahkannya? Di sini (Global Ikhwan), 50 persen penggerak perusahaan adalah perempuan. Kalaupun ada komentar (negatif), itu karena informasi yang belum sampai. Ini sebuah ajaran Tuhan, bukan teori baru.
Sebenarnya apa konsep taat dalam definisi Klub Taat Suami ini?
Dalam rumah tangga, sudah Tuhan katakan bahwa pria itu pemimpin bagi perempuan. Suami yang baik, bukti bahwa dia taat kepada Allah, dia adalah yang berakhlak baik. Begitu juga istri. Kalau dia taat kepada Allah, dia akan mengikuti suami. Rasulullah sendiri mengatakan perempuan itu di (hari) akhir akan dilihat empat hal: salat, puasa, menjaga marwah dirinya, yang keempat akan ditanya tingkat ketaatan pada suami.
Kenapa konsep ketaatan itu hanya dibebankan kepada istri. Bagaimana jika suaminya tidak taat kepada Allah?
Kalau begitu, mesti ditanya mengapa dulu mereka menikah. Kalau suami tidak taat kepada Allah, kita tidak wajib taat. Hanya, kadang penyelesaiannya akan kami panggil kedua belah pihak untuk konseling, mendekatkan suaminya kepada Allah. Kadang suaminya menjadi ganas karena istrinya. Jadi, kita lihat keduanya.
Definisi taat ini sampai seberapa jauh?
Kami ingin 100 persen taat. Ketaatan tentulah ada dalam aspek kehidupan. Misalnya mau makan, suami mau sup, kita ingin sayur asam. Apa salahnya kita sediakan sup. Kalau sudah berumah tangga lama, kita juga akan bersenang hati melayani orang yang kita cintai. Dan begitu juga tentang hubungan seksual. Kalau orang-orang memberikan layanan kepada lelaki hanya untuk cari uang, dia melayaninya dengan begitu rupa, luar biasa, yang membuat orang datang lagi-datang lagi sampai ketagihan. Kenapa kita tidak juga melayani (seperti itu terhadap suami sendiri)? Ini bukanlah menyamakan istri sama dengan pelacur. Ada aturannya, apa yang tidak boleh jangan dikerjakan.
Artinya perempuan tidak punya hak untuk mengekspresikan keinginan seksualnya?
Kita bicara tentang taat kepada Allah, maka Allah yang terbaik. Bila seorang istri ketika menikah, maka suaminya terima nikahnya, dia yang bayar mahar. Artinya, dalam berumah tangga, yang raja itu suami. Jadi, dalam aturan itu pasti ada hikmahnya. Allah itu baik. Kalau kita melayani suami menurut selera suami, nanti Tuhan akan berikan kepada kita nikmat lebih hebat dari perempuan lain yang ingin memuaskan diri sendiri.
Ketaatan ini termasuk mengikhlaskan ketika suami ingin menikah lagi?
Ya. Awalnya kan ketaatan pada Tuhan, bukan karena suami suruh. Artinya, kalau kita taat kepada Allah, kita harus terima seluruh perintah Allah yang dibolehkan. Poligami termasuk yang dibolehkan Allah. Itu kita harus menyetujuinya. Makanya saya geli kalau ada yang bilang korban poligami (tertawa). Kalau kami ini bukan korban, kami ini pejuang poligami.
Ada standar ganda di sini: berupaya agar suami tidak melirik perempuan lain dan menyetujui suami berpoligami….
Itu betul, suami tidak melirik orang lain. Makanya dia tidak pernah menyatakan mau poligami. Dalam Global Ikhwan tidak ada pria yang bilang saya mau poligami. Pernikahan di Global Ikhwan itu perkawinan yang dirancang. Begitu pula poligami. Kami ada Departemen Keluarga dan Kesejahteraan yang mengurusi monogami dan poligami. Di situ mengurus, selain agar mendapatkan kecocokan antarpasangan, tapi juga akan memperkuat perjuangan Islam. Jadi, suami-suami yang sudah dididik untuk takut kepada Allah, mereka tidak terpikir menikah lagi karena takut akan amanah. Departemen ini mengurus madu-madu juga. Departemen ini juga yang memperkenalkan saya dengan madu saya.
Bagaimana perasaan Anda ketika menikahkan suami Anda dengan perempuan lain?
Fauzah: Perasaan kami tentu rasa sakit itu ada, tapi kami tahu sakit itu apa. Tapi, kami tahu ada obatnya. Ini seperti ujian naik kelas. Kalau poligami itu bukan sesuatu yang baik, tentu para nabi dan rasul tidak akan poligami. Padahal, mereka adalah orang-orang yang paling tinggi ketakwaannya.
Selama ini pijakan poligami adalah Surat Annisa ayat 3. Tapi, pada ayat 129 disebutkan bahwa sesungguhnya manusia itu tidak bisa berbuat adil….
Islam itu meletakkan sesuatu pada tepatnya. Adil yang paling tinggi adalah meletakkan Allah sebagai Tuhan. Dalam konsep adil yang utama dari suami, dia harus bisa menempatkan Allah sebagai Tuhannya. Bila itu sudah dapat, pernikahan akan bahagia dengan sendirinya.
Ayat 129 itu menunjukkan Allah menyukai monogami?
Kan diizinkan mengambil istri kedua, ketiga, keempat. Kalau enggak mampu, satu. Jadi, sebetulnya istri satu ini emergency. Saya katakan tadi ini sebuah pengalaman. Kami lihat Abuya dengan 4 istri, 40 anak, 200 cucu, pernikahan rukun, karena semua mengambil Tuhan sebagai pemimpin. Itu kuncinya.
Bukankah Rasulullah pernah mengadu kepada Allah kalau dia tidak sanggup berbuat adil?
Saya rasa yang Rasulullah kata soal perasaan dia yang khusus kepada Aisyah dibanding kepada istri-istri yang lain. Kecenderungan hati itu disetujui oleh istri-istri yang lain karena Siti Aisyah diberi keistimewaan, dia yang paling bertakwa. Waktu dengan Aisyah, Rasulullah mendapatkan wahyu, lalu Aisyah mendapatkan pembelaan dari Allah.
Bisakah dideskripsikan kebahagiaan Anda ketika masih monogami dan kini poligami?
Fauzah: Saat monogami itu hidup, ya, begitu-begitu saja. Tidak ada tantangan apa-apa. Seperti orang tidak pernah masuk mal yang dingin, tentu dia akan bilang belanja di Blok M itu sudah paling oke. Tapi, ketika ditawarkan mal lain, dia akan lihat memang ada mal dingin. Begitu juga ketika poligami, ternyata ada ya kehidupan ini. Jadi, makin kita taat kepada Allah, makin akan dibukakan pintu-pintu yang kita tidak pernah tahu.
Kalau Anda merasa cinta suami Anda terbesar untuk Anda, bagaimana dengan istri kedua, ketiga, dan keempat yang seakan menjadi pelengkap?
Kalau kita sudah cinta Allah, itu memang semua indah. Pengorbanan itu terbayar. Dan, dalam perjalanannya itu, kami terheran-heran bagaimana Allah membalas. Ada kebaikan yang banyak dalam poligami. Kami tiba-tiba merasa rindu dengan madu kami. Kayak adik-beradik. Satu rumah.
Apa saja yang diajarkan dalam Global Ikhwan?
Kami mengajarkan paling tidak ada satu paket seperti halnya Rasulullah mengajarkan salat setelah sebelas tahun kenabian. Begitu pula pola didikan yang ada dalam Global Ikhwan ini, terutama kepada orang yang taat kepada Allah. Ada praktik membimbing salat. Kemudian diajarkan bagaimana berumah tangga. Dan memang ada pengenalan tentang hubungan suami-istri yang menurut tata cara aturan. Tapi, tampaknya orang sangat tertarik tentang hal itu karena sebelumnya pendidikan soal seks ditutup. Tabu. Padahal, dalam Islam ada kok dan halal.
Jika ada klub taat suami, apakah di Global Ikhwan juga ada klub memperlakukan istri dengan baik?
Oh, ya. Kami kan mengajarkan paket, jadi bukan hanya perempuan.
Apakah di Global Ikhwan anak-anak diajarkan kursus pernikahan?
Kami sudah mengajarkan sejak mereka masih kecil. Kalau anak-anak ditanya oleh kami apakah mau poligami kelak, mereka menjawab, “Mau.” Ini kan yang Allah bolehkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Jadi, ini sudah ada di benak mereka saat kecil.
Global Ikhwan sendiri selama ini bergerak di bidang apa?
Kami bergerak di semua bidang. Ada kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan lain-lain. Di Malaysia ada pabrik makanan, restoran, dan lain-lain.
Bagaimana anak-anak Global Ikhwan mendapat pendidikan?
Ya di sini. Kami ada homeschooling. Mereka belajar di sini sampai mereka mahir, jadi langsung aplikatif. Kalau mereka ingin meneruskan ke sekolah formal dengan kuliah, bisa juga. Kalau dia sudah ada keahlian, sudah langsung masuk ke proyek.
BIODATA
NAMA:
Dr. Gina Puspita
KELAHIRAN:
Bogor, 8 September 1963
SUAMI:
DR. Ing. Abdurrahman Riesdam Effendi (mempunyai tiga anak)
PEKERJAAN:
Dosen, Ibu Global Ikhwan wilayah Sumatera I
PENDIDIKAN:
- Bahasa Prancis dan adaptasi sistem pendidikan Prancis di Formation International de l’Aeronaetique et Spatiale, Toulouse, Prancis (1982-1983)
- Sarjana teknik di Paul Sabatier University, Toulouse, Prancis (1983-1987)
- Dipl. Ing dan DEA di Teknik Penerbangan (konstruksi pesawat udara) di Ecole National Superieure de l’Aeronautique et de l’Escape, Toulouse, Prancis (1987-1989)
- Doktor teknik penerbangan di Ecole National Superieure de l’Aeronautique et de l’Escape (1989-1993)
KARIER:
- Supervisor mahasiswa Teknik Mesin dan Teknik Penerbangan di Universitas Prancis untuk Pengembangan Struktur Analisis, ENSAE-Prancis (1990-1993)
- Dosen tamu di Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung (1994-2000)
- Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta (1996-sekarang)
- Kepala Departemen Optimisasi Struktur Divisi Penelitian dan Pengembangan Kedirgantaraan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (1993-2003)
BUKU:
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam bersama Riesdam Effendi (2006)
No comments:
Post a Comment